Pandemic Fund Diluncurkan Menteri Kesehatan Dan Menteri Keuangan Negara G20
Sinmeta-, Para Menteri Kesehatan anggota negara G20 menyepakati adanya pembentukan “Pandemic Fund” atau Dana Pandemi, yang akan dipergunakan bersama untuk membenahi sistem hingga menanggulangi kesenjangan anggaran lima tahun ke depan berpijak dari penanganan pandemi Covid-19, dua tahun belakangan ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha, menjelaskan bahwa para Menteri Kesehatan menyepakati adanya pembentukan “Pandemic Fund” atau Dana Pandemi. Dana ini dipergunakan bersama untuk membenahi sistem hingga menanggulangi kesenjangan anggaran lima tahun ke depan berpijak dari penanganan pandemi Covid-19, dua tahun belakangan ini.
Kesepakatan ini pun merupakan hasil dari pertemuan para menteri negara-negara G20 atau Head Ministerial Meeting kedua, pada Oktober 2022 lalu, dan menjadi agenda pembicaraan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Sebanyak 20 negara donor dan tiga filantropi pun mengumumkan kesediaannya masuk dalam penggalangan “pandemic fund” dengan total senilai 1,4 miliar dollar AS.
“Kesepakatan menjadi awal yang sangat menjanjikan. Karena hanya dalam beberapa bulan, pembicaraan dana tersebut sudah mendapatkan komitmen sebesar itu. Komitmen “pandemic fund”ini dibawa menuju agenda leaders summit G20”, kata Kunta Wibawa Dasa Nugraha, (11/11).
Negara donor tersebut adalah Australia, Canada, Komisi Eropa, Perancis, Jerman, China, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Singapura, Inggris, Spanyol, Amerika Serikat dan UEA. Selanjutnya tiga filantropi, yaitu The BIll & Melinda Gates Foundation, The Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust.
Dana pandemi ini memiliki potensi untuk mendukung enam hasil utama agenda kesehatan G20. Agenda tersebut di antaranya upaya untuk meningkatkan pengawasan genomik, mendorong mobilisasi sumber daya kesehatan penanggulangan medis, atau upaya perluasan jaringan penelitian dan manufaktur vaksin, terapi dan diagnostik (VTD). Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020, membuat semua negara di dunia menyadari tentang perlu harus membenahi arsitektur kesehatan global.
Kunta Wibawa Dasa Nugraha menegaskan pandemi memberi dampak sosial-ekonomi yang buruk. Karena itu, isu arsitektur kesehatan global menjadi salah satu isu prioritas, selain isu transisi energi berkelanjutan, dan isu transformasi digital serta isu ekonomi.
“Menjadi poin penting karena saat pelaksanaan panel independen tingkat tinggi G20, WHO dan Bank Dunia mengestimasi adanya kesenjangan pembiayaan pandemi, sekitar 10,5 miliar dollar AS dalam lima tahun ke depan. Untuk menutup kesenjangan ini, maka memerlukan negara kontributor yang diharapkan bisa meratakan distribusi pelayanan kesehatan di masa darurat”, ujar Kunta Wibawa Dasa Nugraha.
Pada pertemuan tersebut, kata Kunta Wibawa Dasa Nugraha, berhasil membuat alur mekanisme dari penggalian dana, pembentukan gugus tugas, dan government board. Selanjutnya, pertemuan tersebut sukses mendapatkan komitmen pengumpulan dana pandemi sebesar 1,4 miliar dollar AS.
Kunta Wibawa Dasa Nugraha menegaskan para menteri menyadari virus tidak mengenal batas. Maka, perlu kesadaran dan upaya bersama untuk membangun arsitektur kesehatan yang lebih tangguh dalam memerangi pandemi di masa depan. Dunia hanya bisa terbebas dari pandemi jika negara-negara saling berkolaborasi satu sama lain.
Kesepakatan lain dalam pertemuan Health Ministerial Meeting tersebut adalah evaluasi Access to Covid-19 Tool Accelerator (ACT-A). Berdasarkan pengalaman dari pandemi Covid-19, negara-negara di dunia tidak hanya mengalami kekurangan dana, tetapi juga kesulitan mengakses alat-alat kesehatan. Karena itu ke depan, kata dia, semua negara harus mendapatkan akses yang sama terhadap terhadap tindakan medis dalam kondisi darurat.
“Kita ingin konsep ACT Accelerator menjadi lebih permanen dan bisa dilanjutkan seterusnya. Ini lebih kepada sumber daya kesehatan. Jadi, ini penting supaya, selain kita sudah punya dananya, sumber daya dari sisi kesehatan itu bisa dinikmati atau didistribusi ke semua negara,” jelas Kunta Wibawa Dasa Nugraha lagi.
Lebih lanjut Kunta Wibawa Dasa Nugraha menjelaskan, para menteri kesehatan negara-negara G20 juga menyepakati pentingnya memajukan genomic surveillance (surveilans genomik). Di sini, yang ditekankan adalah pentingnya kerja sama interdisipliner setiap negara untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi. Untuk itu dibutuhkan peningkatan kapasitas, kemitraan ilmiah, dan juga berbagi pengetahuan.
Presidensi G20 Indonesia mendorong pentingnya surveilans agar negara mendukung pertukaran data patogen secara tepat waktu pada platform yang dapat dipercaya. Tetapi, kata Kunta, tidak hanya mendorong sharing patogen, tetapi kita juga mendukung benefit sharing, yang bermanfaat bukan hanya diantara negara tetapi untuk manfaat global dan regional.
Pada bagian lain, Kunta menyebutkan bahwa Indonesia sedang mengembangkan pusat penelitian dan manufaktur vaksin melalui Bio Farma. Indonesia termasuk salah satu penerima manufaktur mRNA WHO. Negara lainnya adalah Afrika Selatan.
Pandemic Fund ini akan disepakati bersama antara menteri kesehatan dan menteri keuangan pada akhir pertemuan JFHMM, sehingga secara resmi dana ini bisa langsung dimanfaatkan oleh negara negara dalam kesiapan dan kewaspadaan menghadapi pandemi ke depan. (wemfauz; foto humaskemenkes)