Sinmeta-, Diperlukan upaya menyamakan persepsi dengan para pemangku kepentingan untuk mencegah dan memulihkan kerugian serius para pelaku industri dalam negeri, khususnya sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Hal ini ditegaskan Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKP) Kementerian Perdagangan Kasan saat membuka “Workshop Inisiasi Penyelidikan Antidumping, Antisubsidi, dan Safeguard” di hotel Alila, Solo, Jawa Tengah (24/11).
Kegiatan ini merupakan kali kedua diselenggarakan BKP, setelah sebelumnya diselenggarakan di Bandung pada 31 Oktober 2022. “Kita terus melakukan workshop dan pertukaran informasi mengenai kebijakan perdagangan untuk mencegah adanya kerugian yang dialami industri tekstil dalam negeri. Selain itu, kita juga memperbarui informasi mengenai kondisi para pelaku usaha sektor TPT dan prosedur penyelidikan trade remedies”, jelas Kasan.
Diungkapkan pula oleh Kasan, kebijakan trade remedies tentunya akan berdampak positif dan negatif bagi beberapa pihak. Sebagaimana diamanatkan Presiden pada Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, Indonesia selalu berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1947.
Selanjutnya, untuk mewujudkan jaminan agar perdagangan antarnegara dapat berjalan baik, GATT menetapkan ketentuan-ketentuan untuk mendorong kegiatan perdagangan berdasarkan prinsip persaingan yang jujur, dan menolak beberapa praktik, seperti dumping dan pemberian subsidi terhadap produk ekspor (unfair trade).
Kasan mengatakan, Kementerian Perdagangan juga telah membentuk tim Pertimbangan Kepentingan Nasional (PKN) sesuai Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 565/M-DAG/KEP/3/2017 tentang Pembentukan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional Terkait Rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia.
“Kepentingan nasional yang dimaksud tidak hanya untuk mempertimbangkan eksistensi industri dalam negeri selaku pihak yang dirugikan secara langsung atas adanya praktik-praktik yang tidak diperbolehkan. Tetapi, juga mempertimbangkan kepentingan pengembangan industri nasional, ketahanan dan stabilitas harga pangan nasional, penurunan pangsa pasar, penyerapan tenaga kerja, kepentingan fiskal dan sebagainya”, ujar Kasan yang juga selaku ketua Tim PKN.
Kasan menuturkan, upaya pembahasan kepentingan nasional inilah yang menjadi salah satu bentuk upaya pemerintah menyeimbangkan dampak positif dan negatif dari penetapan suatu kebijakan trade remedies. Hal tersebut diharapkan dapat turut mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, dan menjamin pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelumnya, Tim PKN yang diketuai Kasan, melakukan survei ke tiga pelaku usaha TPT di Jawa Tengah, PT. Sri Rejeki Isman (Sritex), PT. Dan Liris, dan PT. Prima Sejati Sejahtera (PSS). Ini dilakukan untuk memperluas pemanfaatan kebijakan trade remedies kepada pelaku usaha sebagai salah satu instrumen perdagangan dalam memberikan perlindungan terhadap investasi dan peningkatan daya saing industri dalam negeri.
“Kami menyampaikan apresiasi kepada Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), baik API Pusat maupun API Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perindag Provinsi Jawa Tengah, dan seluruh pihak yang telah bekerja sama dalam penyelenggaraan acara ini”, tutup Kasan. (lela; foto humaskemendag)