Sinmeta-, Rampak Sarinah Jakarta sebagai anggota Timnas Pendaftaran Kebaya ke UNESCO dan sebelas Komunitas Kebaya lainnya menghadiri Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR-RI (16/11). Rapat juga dihadiri oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Sekjen Kementerian Luar Negeri RI, Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenko PMK dan Direktur Perwakilan UNESCO di Indonesia.
Pada Rapat Dengar Pendapat ini terdapat pemaparan umum dari para narasumber terkait Pendaftaran Kebaya sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO secara single nomination.
Menurut Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid, secara definisi Warisan Budaya Tak Benda yang terdapat pada Konvensi UNESCO 2003, Kebaya lolos karena memiliki instrumen-instrumen yang selaras.
“Kebaya tidak memberikan diskriminasi terhadap komunitas lain. Dia juga tidak mengganggu kelestarian hidup,tidak mengganggu Hak Asasi Manusia dan semua persyaratan lain. Hal ini kita perhatikan bisa meloloskan kebaya”, papar Hilmar Farid.
Rampak Sarinah, yang berdiri sejak 2017 dan menggunakan kebaya berkutubaru sebagai seragam organisasi, memberikan dorongan kepada Pemerintah untuk memperkuat pendaftaran Kebaya ke UNESCO secara single nomination dan bukan joint nomination.
Dhini Mudiani, Ketua Rampak Sarinah Jakarta menyatakan, “Kami terinspirasi oleh semangat luar biasa para ibu buruh gendong, pedagang pasar, bakul jamu dan petani yang hingga kini menggunakan kebaya lurik untuk kegiatan sehari-hari”, katanya.
Rampak Sarinah menggunakan kebaya putih sebagai seragam resmi dan kebaya lurik dalam kegiatan-kegiatan non seremonial misalkan untuk parade, demonstrasi,maupun kegiatan seni budaya menari dan panembromo.
Karena Sarinah sendiri adalah perempuan pekerja rumah tangga yang membesarkan Soekarno maka pengusulan kebaya UNESCO sesuai ajaran Sukarno terkait Tri Sakti ketiga yaitu Berkepribadian dalam Kebudayaan. “Pemerintah sepatutnya mendaftarkan Kebaya sebagai single nomination untuk ke UNESCO”, sambung Dhini Mudiani.
Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Agustin Wilujeng dan anggota Puti Guruh Sukarno Putri mengapresiasi usulan Komunitas Kebaya terkait Pendaftaran Kebaya sebagai Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Tak Benda) UNESCO.
Komisi X mendorong Pemerintah untuk berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lainnya seperti Komunitas Kebaya dan Komunitas Budaya untuk membuat Strategi Pemajuan Kebudayaan yang berciri khas Indonesia dan menetapkan jenis-jenis budaya yang akan didaftarkan ke UNESCO.
Anggrondewi Intan anggota Rampak Sarinah millenial yang turut hadir dalam Raker tersebut menyatakan semangatnya untuk mensosialisasikan gagasan tersebut di kalangan para pelajar dan generasi muda. Gagasan pendaftaran Kebaya ke Unesco penting juga sebagai bagian dari Nation and Character Building yang merupakan misi dari Rampak Sarinah.
“Saat ini Rampak Sarinah yang didirikan oleh aktivis Eva Sundari telah berkembang di 4 propinsi di Jawa Timur,Jawa Tengah,Daerah Istimewah Yogyakarta dan Sulawesi Selatan,” pungkas Anggrodewi Intan. (sigit/tjoek; foto humasrampaksarinah)