BRSDM KKP, FAO Indonesia, Dan Tetua Adat Kampar Berkomitmen Melestarikan Ikan Belida
Sinmeta-, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Food and Agriculture Organization (FAO) Indonesia serta tetua adat Kabupaten Kampar atau Ninik Mamak, berkomitmen untuk meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan darat, yakni Sungai Kampar untuk melestarikan ikan belida.
Dalam pertemuan dengan Masyarakat Adat Kabupaten Kampar (4/8) lalu, Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta, menegaskan bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan darat yang berkelanjutan merupakan salah satu implementasi kerja sama antara KKP dengan FAO melalui Proyek I-Fish.
“Salah satu bentuk praktik konservasi yang berkembang di Kabupaten Kampar yaitu Lubuk Larangan, yang dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menggunakan pendekatan kearifan lokal yang telah ada sejak lama dan bertahan hingga saat ini”, jelas Nyoman Radiarta.
Ditambahkan oleh Nyoman Radiarta, sejalan dengan hal tersebut, KKP bersama FAO berkomitmen untuk memperkuat kerangka pengelolaan keanekaragaman hayati perairan darat melalui kolaborasi dengan para pihak, seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dan para tetua adat atau Ninik Mamak se Kabupaten Kampar.
Pihaknya pun mengapresiasi peran Ninik Mamak dalam pengelolaan Lubuk Larangan sebagai wilayah yang dijaga untuk melestarikan sumber daya ikan yang ada terutama di Sungai Kampar. Kegiatan menutup bagian dari sungai dan danau selama jangka waktu tertentu dari aktivitas perikanan ini merupakan salah satu konsep konservasi yang tumbuh dari kearifan masyarakat setempat.
“Saya sangat mengapresiasi pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan mulai dari FGD yang sudah dilaksanakan selama dua hari, pada 2-3 Agustus 2022, sampai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan hingga hari Jumat, 5 Agustus yaitu Sosialisasi Status Perlindungan dan Upaya Konservasi Ikan Belida di Sungai Kampar. Harapannya, hasil FGD yang berupa rekomendasi pengelolaan Lubuk Larangan dapat diimplementasikan pada setiap daerah”, tegas Nyoman Radiarta.
Dalam kesempatan tersebut, turut diserah terimakan rekomendasi hasil FGD yang telah dihasilkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, yang diharapkan dapat menjadi bahan penyusunan peraturan daerah terkait pengelolaan perairan darat, agar dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan mendukung kelestarian keanekaragaman hayati perairan darat.
Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, menuturkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan beragam biodiversitas, salah satunya ikan Belida yang merupakan sumber daya ikan di Sungai Kampar, perlu dikenalkan pada dunia.
“Ikan belida adalah sumber daya ikan yang langka dan harus menjadi perhatian dunia. Kami sangat mengapresiasi kerja sama dengan BRSDM KKP dan dukungan pemerintah daerah Kabupaten Kampar, serta Ninik Mamak yang telah berkomitmen untuk menjaga Lubuk Larangan untuk generasi mendatang”, papar Rajendra Aryal.
Lebih lanjut dikatakan Rajendra Aryal, “Tentunya hal tersebut hanya dapat terwujud kalau kita dapat bergandeng tangan bersama menjaga Sungai Kampar dengan pendekatan kearifan lokal. Indonesia sebagai Presiden G20, merupakan posisi yang strategis untuk mengenalkan konservasi perairan darat pada dunia.”
Bupati Kabupaten Kampar, Kamsol, mengatakan bahwa konservasi perairan darat merupakan hal penting dalam mewujudkan ketahanan pangan Nasional, terlebih produksi perikanan Provinsi Riau sekitar lebih kurang 75 persen ditopang oleh Kabupaten Kampar.
Saat ini terdapat hampir 60 jenis ikan perairan darat beberapa di antaranya memiliki nilai ekonomis yang tinggi seperti masher, baung, kalabau, tapah, geso, serta belida.
“Kami punya potensi yang harus dijaga dan dilestarikan. Melalui konservasi perairan darat kita bersama membangun negeri kita tercinta ini untuk mensejahterakan masyarakat, bukan mencari keuntungan finansial”, ucap Kamsol.
Pihaknya pun berharap kegiatan ini menjadi titik baik untuk menjadikan Kampar sebagai kabupaten yang lebih maju melalui kearifan lokal yang dijunjung tinggi dalam menjaga kelestarian Sungai Kampar.
Hal senada disampaikan Kepala Adat Kampar, Datuk Yusril. Dikatakan bahwa masyarakat Kabupaten Kampar senantiasa akan menjaga kelangsungan hidup sumber daya perikanan di Kabupaten Kampar dengan pandai menjaga kearifan lokal yang manfaatnya tak hanya untuk saat ini, tapi juga generasi mendatang.
Sebagai informasi, rekomendasi yang dihasilkan pada FGD Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Darat Berdasarkan Perspektif dan Prinsip Kearifan Lokal Di Lubuk Larangan, diantaranya yakni :
- Keberadaan Lubuk Larangan memiliki nilai-nilai yang tinggi dari aspek ekologi, sosial, ekonomi, budaya dan adat istiadat.
- Hasil penangkapan ikan di Lubuk Larangan atau Mencokau memberikan manfaat ekonomi, meningkatkan ketahanan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat sekitar dengan keunikan masing-masing daerah, seperti peribahasa “Lain lubuk lain ikan nya, lain padang lain belalang”.
- Ancaman yang memberikan dampak terhadap Lubuk Larangan, antara lain alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, PETI (Penambangan emas tanpa ijin), limbah rumah tangga dan perusahaan, hingga penggunaan pestisida yang berlebihan.
- Kesepakatan dalam penangkapan ikan di musim panen ikan Lubuk Larangan atau Mencokau
- Pembentukan zona inti sebagai bentuk pengelolaan Lubuk Larangan
- Kesepakatan dalam pengelolaan di luar kawasan Lubuk Larangan
- Pengaturan alat tangkap di luar kawasan Lubuk Larangan, serta
- Larangan penangkapan jenis ikan yang dilindungi merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 01 tahun 2021 tentang jenis-jenis ikan yang dilindungi seperti ikan belida, arwana, pesut dan ikan pari.
Sebelumnya, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono, menerangkan bahwa kawasan konservasi perairan Indonesia setiap tahunnya terus bertambah dan ditargetkan pada 2030 mencapai 32,5 juta hektar. Langkah ini berkaitan dengan implementasi program ekonomi biru yang salah satunya melalui perluasan kawasan konservasi. KKP juga tengah membuat rencana target untuk dapat memperluas kawasan konservasi hingga 30 persen dari luas perairan. (wemfauz; foto humasbrsdmkkp)