SINMETA.ID, Jakarta – Menjelang hari raya Idul Fitri atau hari raya agama lain, kata THR atau Tunjangan Hari Raya terasa tidak asing di telinga. THR kerap kali dibagikan bagi siapapun yang merayakan hari raya tertentu untuk kepentingan merayakan hari raya seperti membeli makanan, pulang kampung dan lain lain. Saat ini, THR bahkan wajib dibagikan oleh perusahaan kepada karyawan yang sedang bekerja di suatu perusahaan tertentu. Rupanya THR sudah populer sejak tahun 1950-an silam.
THR pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950 yang dicetuskan oleh Perdana Menteri pada saat itu Soekiman Wirdjosandjojo. Saat itu Soekiman aktif sebagai politisi di Masyumi. Dahulu, THR hanya diperkenankan bagi para pegawai negeri sipi yang bekerja di lingkup pemerintahan saja, akan tetapi saat itu muncul kontroversi bahwa pekerja lainnya di luar PNS juga berhak mendapatkan THR.
Pada tahun 1952, para buruh yang tergabung dalam Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) menggelar aksi besar besaran di jalanan dan melakukan aksi mogok kerja massal. Saat itu banyak perusahaan yang tutup karena buruh memilih untuk berhenti bekerja karena ikut aksi demosntrasi tersebut. Para buruh menuntut satu hal kepada pemerintah yakni memberikan THR kepada kaum buruh.
Rupanya, aksi dan perjuangan mereka didengar oleh Pemerintah. Pada tahun 1954, melalui Menteri Perburuhan, S.M Abidin, Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang “Hadiah Lebaran” sepanjang tahun 1954-1958. Hingga pada tahun 1964 Pemerintah mengeluarkan aturan baru mengenai THR Keagamaan bagi seluruh pekerja swasta di perusahaan.
Pada masa orde baru, THR yang diberikan kepada karyawan dihitung berdasarkan lamanya karyawan tersebut bekerja pada perusahaan. Bagi mereka yang bekerja selama satu tahun atau 12 bulan maka sudah berhak atas THR sebesar satu kali gaji. Sedangkan mereka yang bekerja di bawah 12 bulan akan mendapatkan THR sebesar masa kerja dibagi 12 lalu dikalikan satu bulan gaji.
Saat ini, tentunya Pemerintah masih mengatur kebijakan mengenai Tunjangan Hari Raya bagi para pekerja swasta. Aturan ini sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 mengenai Pengupahan.
(FW)