Sinmeta-, Pengembangan dan penerapan blended finance berulang kali disuarakan G20 untuk menjadi alat utama memajukan pembangunan berkelanjutan dan mencapai target TPB/SDGs. Pendekatan ini menggunakan pembiayaan sektor swasta dan dana filantropi serta donor untuk mengurangi risiko investasi.
Dengan blended finance, kami berharap dapat menjawab kebutuhan pembiayaan investasi di daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau dengan baik oleh APBN maupun swasta dengan motif keuntungan. Selain itu, diperlukan kapasitas SDM yang memadai untuk mengoperasikan mekanisme blended finance tersebut.
“Kami berharap mitra pembangunan dan lembaga keuangan global tidak hanya membantu dalam penyediaan dana, melainkan juga membantu pemangku kepentingan pembangunan kami dalam pengembangan skema pembiayaan, desain proyek, juga manajemen”, jelas Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Scenaider C. H Siahaan.
Seperti diketahui, guna mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) khususnya di kawasan di Asia-Pasifik, Kementerian PPN/ Bappenas bekerja sama dengan USAID mengadakan seminar bertemakan Making Blended Finance Work: Lessons from the Asia-Pacific Region (27/7) yang merupakan bagian dari Road to G20.
Deputi Scenaider C. H Siahaan pun menambahkan, tantangan ke depan adalah bagaimana menciptakan regulasi yang kondusif untuk inovasi skema-skema pembiayaan termasuk blended finance dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip good governance. Berdasarkan Peta Jalan SDGs Indonesia pada 2018, biaya pencapaian TPB/SDGs 2030 masih sangat tinggi sekitar USD 4,75 triliun, dengan kesenjangan pembiayaan USD 1 triliun.
Selama pandemi Covid-19, pemerintah juga masih memperkirakan peta jalan yang baru, namun berdasarkan perhitungan Organisation for Economic Development and Coordination’s (OECD) diperkirakan kesenjangan keuangan meningkat menjadi 70 persen akibat Covid-19. Untuk menjawab kesenjangan tersebut, Indonesia menjadi negara peringkat teratas bersama Myanmar dan Vietnam dalam mengimplementasikan blended finance.
Kita berbicara tentang menggabungkan berbagai sumber pendanaan pembangunan publik, dan itu sudah terjadi. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana kita bisa membuat sumber pendanaan tersebut memiliki dampak katalis, dan inilah yang sesungguhnya menjadi pekerjaan rumah kita.
“Jadi, bagaimana menarik mitra komersial dan memiliki kerangka kerja dan pemahaman yang sama untuk memadukan tindakan kohesi yang mendukung. Tentu saja pada titik tertentu, kita dapat mengukur dampak dan perkiraan yang konsisten dari pasar keuangan campuran, menilai efektivitas keuangan campuran pada TPB/SDGs. Pada akhirnya, kita bisa berakselerasi dan mendapatkan target tepat waktu”, pungkas Staf Ahli Menteri PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati. (btp; foto humaskemenbppn/bapenas)