SINMETA.CO.ID, Jakarta – Sejak awal 2024 hingga kini sudah ada 13.800 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Hal ini akibat penurunan order sampai tidak ada lagi order. Saat ini, industri TPT yang mampu bertahan adalah yang berorientasi pasar ekspor.
“Pabrik tekstil terus bertumbangan. Terbaru tambah satu, baru 6 Juni 2024. PT S Dupantex tutup, PHK 700-an pekerja. Ini baru hanya di pabrik tempat anggota KSPN bekerja. Banyak yang PHK puluhan, tetapi tidak update, ada juga yang tak lapor sudah PHK,” ucap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi di Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Ristadi mengungkapkan, ada perusahaan tekstil yang merupakan bagian PT Sritex Solo mem-PHK karyawannya, yakni PT Sinar Panca Djaja (Semarang), PT Bitratex (Semarang) dan PT Johartex (Magelang).
Dia berharap pemerintah segera turun tangan agar gelombang PHK tidak semakin besar.
“Batasi impor barang TPT kecuali bahan bakunya memang tidak ada di Indonesia. Berantas impor ilegal barang-barang TPT karena merusak pasar domestik, akibatnya barang-barang TPT dalam negeri menjadi semakin tidak laku,” kata dia.
Ristadi mengungkapkan, perusahaan kadang ragu atau takut untuk melaporkan atau mengaku telah melakukan PHK karena dapat memengaruhi trust perbankan dan buyer.
“Namun, kalau tidak diungkapkan nanti PHK massal dianggap isapan jempol belaka atau karangan kami saja. Dikira tak ada masalah di industri tekstil, kondisinya baik-baik saja, tidak tahunya pekerja sudah banyak jadi korban PHK,” ucap dia.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan bertumbangannya perusahaan tekstil imbas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan ini, kata dia, merugikan industri sektor industri TPT.
Dampak Permendag 8/2024 adalah relaksasi untuk impor pakaian jadi, sehingga pakaian jadi yang tertahan di pelabuhan sekarang banyak membanjiri pasar dalam negeri. Hal ini membuat utilisasi industri tekstil semakin rendah.
Kondisi itu membuat order di industri keil menengah (IKM) atau garmen pakaian jadi ditunda atau dibatalkan. Selain itu, banyak produk lokal yang kalah bersaing dari produk impor yang menawarkan harga murah.
Menurutnya, Permendag 8/2024 lebih berpihak pada importir umum karena sudah tidak ada lagi aturan pertimbangan teknis (pertek) yang menjadi kewenangan Kementeiran Perindustrian (Kemenperin). Padahal pertek ini bertujuan mengontrol arus masuk barang barang impor. Namun, jika pertek tidak ada, maka barang impor tidak terkendali, dan menghancurkan industri dalam negeri.