SINMETA.CO.ID, Jakarta – Polisi mengungkap Epy Kusnandar (EK) mengonsumsi ganja di atas pohon di area apartemen wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan pada 21 Maret 2024 pukul 04.00 WIB. Epy Kusnandar bersama Yogi Gamblez telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyalahgunaan narkoba jenis ganja.
“Lokasi pohonnya ada di bagian belakang apartemen,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol M Syahduddi di Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Ganja yang dikonsumsi EK sebanyak setengah linting, yang didapat dari temannya, Yogi Gamblez (YG).
“Berdasarkan pengakuan YG, sekitar tanggal 20 Maret 2024, YG memberikan satu linting ganja kepada EK. EK sendiri tidak langsung menghabiskan satu linting tersebut, melainkan saat sisa setengah linting, disimpan ke dalam stoples,” ujar Syahduddi.
Beberapa waktu kemudian, setengah linting ganja tersebut dikonsumsi kembali oleh EK, hingga pada Kamis (9/5/2024) polisi menangkap EK dan YG di wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
“Sebagaimana standar operasi dan prosedur (SOP) dalam mengamankan pelaku tindak pidana narkoba, kami langsung melakukan tes urine. Hasilnya, kedua orang tersebut dinyatakan positif mengandung THC (tetrahidrokanabinol), zat aktif yang terkandung di dalam ganja,” jelas Syahduddi.
Lebih lanjut, Epy Kusnandar dilarikan ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta sejak Rabu (15/5/2024) untuk menjalani perawatan karena mengalami depresi. Selain barang bukti ganja, polisi juga mengamankan tiga pak kertas papir, satu botol kaca mayones, satu bungkus rokok warna biru putih, dan satu handphone warna hijau dari tersangka YG.
Polisi mengungkap Epy dan Yogi adalah rekan kerja yang bersama-sama memiliki sebuah rumah makan di wilayah Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan. Epy mendapatkan ganja dari Yogi.
Berbeda dengan Epy Kusnandar yang akan direhabilitasi, Yogi Gamblez dikenakan Pasal 111 ayat (1) juncto pasal 127 ayat (1) huruf (a) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Dia diancam dengan hukuman pidana penjara minimal empat tahun, maksimal 12 tahun, dan denda minimal Rp 800 juta serta maksimal Rp 8 miliar,” tegas Syahduddi.