SINMETA.CO.ID, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Firli Bahuri diduga terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dkk yang sedang tersangkut kasus korupsi. Menanggapi hal ini, Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Agus Sunaryanto menyarankan Firli Bahuri untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
“Harusnya (Firli Bahuri) mundur saja,” kata Agus melalui pesan singkat pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Pengunduran diri ini disarankan Agus usai Polda Metro Jaya menyatakan memulai penyidikan kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK per Jumat, 6 Oktober 2023.
Agus memberikan dua alasan Firli Bahuri harus mengundurkan diri. Pertama, kata Agus, agar Firli bisa fokus kepada urusan hukum yang melibatkannya. Menurutnya, penanganan kasus tersebut akan lebih lancar apabila Firli Bahuri tidak sedang menjabat sebagai pimpinan di KPK.
“Kedua, agar tidak menjadi beban bagi institusi KPK terutama dari sisi muruah atau kehormatan, karena Firli sudah banyak kasus etik dan indikasi pidananya,” ujar Agus. Firli memang sudah beberapa kali terlibat kasus-kasus lain selama menjabat sebagai ketua KPK sejak 2019.
Dugaan pemerasan kali ini ramai dibicarakan setelah beredar foto Firli Bahuri bertemu mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang terseret kasus dugaan korupsi yang tengah diusut KPK. Selain Yasin Limpo, Firli juga pernah menemui terduga pelaku tindak pidana korupsi lainnya.
Firli diketahui menemui Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi dan Gubernur Papua Lukas Enembe saat keduanya terseret kasus dugaan tindak pidana korupsi. Saat itu, Tuan Guru Bajang terlibat kasus dugaan korupsi divestasi PT Newmont, sementara Lukas Enembe terlibat kasus dugaan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua. Firli Bahuri pun dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK atas tindakannya yang dianggap melanggar etik ini.
Agus Sunaryanto mengatakan pimpinan KPK dapat diberhentikan sementara apabila ditetapkan sebagai tersangka. “Pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka otomatis berhenti sementara. Seperti kasus Bambang Wijoyanto dulu itu,” kata Agus.
Hal ini diatur dalam pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya,” sebagaimana bunyi beleid tersebut.