Oknum Polisi dan Petugas Imigrasi Jadi Tersangka Perdagangan Manusia di Kamboja
SINMETA.ID, Jakarta – Setidaknya dua aparat Imigrasi dan Polri ditemukan terlibat dalam kasus perdagangan ginjal yang beredar di Bekasi, Jawa Barat. Keduanya adalah AH yang bekerja di Imigrasi Bandara Ngurah Rai dan M yang berpangkat Aipda.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengungkapkan bahwa dua aparat Imigrasi dan Polri bergabung bersama 10 tersangka lainnya dalam kasus perdagangan ginjal itu.
Hengki Haryadi menjelaskan peran AH yang membantu korban agar lolos saat pemeriksaan imigrasi di Bandara Ngurah Rai, Bali.
Nantinya, AH dengan peran imigrasi itu berkemungkinan mendapatkan imbalan uang Rp3 jutaan per orang.
“Oknum AH mendapatkan imbalan uang Rp3,2 juta hingga Rp3,5 juta per orang,” ujar Hengki Haryadi dalam pernyataan pers di Jakarta, dikutip Pikiran-Rakyat.com pada Jumat, 21 Juli 2023.
Untuk tersangka AH itu, perannya yang cukup besar akan dikenai dakwaan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Beralih ke Aipda M, perannya dalam kasus perdagangan ginjal adalah untuk memberi jaminan jika para tersangka terlibat dalam perkara hukum.
Bahkan, Aipda M yang memberi instruksi terkait langkah-langkah keamanan yang perlu dilakukan para tersangka, sehingga minim dari pelacakan jejak oleh aparat kepolisian.
Aipda M berperan menyuruh tersangka mematikan ponsel, membuang handphone, dan mengganti nomor baru tersangka, serta menyuruh untuk berpindah-pindah penginapan,” ujarnya menerangkan.
Aipda M dengan peran menghindarkan jerat hukum bagi para eksekutor perdagangan ginjal itu berkemungkinan menerima uang Rp612 juta.
Setelah tertangkap, tersangka Aida M itu akan dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 221 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Obstruction of Justice (Perintangan Penyidikan).
Adapun cara kerja sindikat perdagangan organ tubuh manusia memiliki fokus terpusat kepada orang-orang dengan kesulitan keuangan.
Hengki menilai keadaan kesulitan keuangan selalu menjadi alasan jitu agar korban bersedia mendonorkan ginjal pada kelompok mereka.
“Para pelaku memanfaatkan posisi rentan para korban yang umumnya kesulitan keuangan dan mengeksploitasi korban demi memperoleh keuntungan,” ujar Kombes Pol Hengki Haryadi dalam pernyataan pers di Jakarta, dikutip Pikiran-Rakyat.com pada Jumat, 21 Juli 2023.
Tercatat, korban-korban perdagangan organ tubuh itu memiliki beragam profesi yang mengejutkan publik.
“Para korban berasal dari beragam profesi seperti pedagang, guru, buruh, sekuriti, bahkan ada yang lulusan S2,” ujarnya lagi.