Sinmeta-, Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman (Dawilmar) Laksamana Muda TNI Antongan Simatupang menjelaskan transportasi laut merupakan urat nadi perekonomian dunia, karena dinilai lebih efektif dan efisien dalam menjangkau berbagai belahan dunia secara ekonomis dengan kapasitas angkut yang besar. Maka dari itu, perlunya dilakukan penguatan sistem tata kelola keamanan laut Indonesia.

Hal ini disampaikan Antongan saat membuka kegiatan “Rapat Koordinasi Isu-Isu Strategis Tentang Penguatan Sistem Tata Kelola Keamanan Laut Indonesia Di Pelabuhan Laut Internasional Berdasarkan Standar International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code Guna Mencapai Poros Maritim Dunia” di Sentul, Jawa Barat (20/09). Sekaligus menekankan bahwa hal ini merupakan salah satu isu strategis yang menjadi agenda Menko Polhukam pada tahun 2022.

“Bergesernya pusat gravitasi geoekonomi dan geopolitik dunia dari Barat ke Asia Timur menjadikan 90% perdagangan global yang diangkut melalui jalur laut. 40% di antaranya melewati perairan Indonesia, sehingga menjadikan posisi Indonesia dalam jalur peta perdagangan dunia menjadi sangat strategis”, ungkap Antongan Simatupang.

Pemerintah terus melakukan pengembangan dalam mendukung infrastruktur kelautan untuk mewujudkan Indonesia Poros Maritim Dunia sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, dengan memasukkan 13 pelabuhan bertaraf nasional dan internasional ke dalam Proyek Strategis Nasional, salah satunya adalah Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang.

“Pelabuhan Patimban mempunyai nilai investasi mencapai Rp 43,22 T dengan luas 1.150 ha, dan memiliki daya tampung sebanyak 7,5 juta TEUs per tahun untuk peti kemas dan 600.000 CBU untuk kendaraan per Desember 2021”, jelas SAntongan Simatupang..

Dengan telah ditetapkannya Pelabuhan Patimban sebagai pelabuhan laut internasional, Antongan berharap agar sedini mungkin Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan Direktorat Kenavigasian untuk mengambil berbagai kebijakan.

“Salah satu kebijakan yang perlu diambil tentang pengelolaan keamanan pelabuhan di aspek dermaga, terminal dan fasilitas pelabuhan serta di aspek keamanan laut di perairan pelabuhan sesuai standar Safety Of Life At Sea (SOLAS) dan ISPS Code secara murni sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO)”, ungkap Antongan Simatupang.

Dengan dipenuhinya standar keamanan laut pelabuhan laut internasional diharapkan IMO dapat merekomendasi pelabuhan laut internasional Patimban kepada maskapai besar shipping line dunia untuk sebagai pelabuhan destinasi.

Dikatakan oleh Antongan Simatupang, kedepannya, pelabuhan laut internasional Patimban dapat menerima dan melayani kapal-kapal super kargo yang terhubung dengan industri yang juga akan berkembang di wilayah Kabupaten Subang. “Hal ini juga akan ikut menciptakan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”, tegasnya.

Antongan Simatupang juga menyebutkan bahwa pola penyelenggaraan keamanan laut yang diterapkan era kolonial Belanda masih berlangsung hingga saat ini, sehingga dirasa tidak efektif secara operasional dan tidak efisien dalam penggunaan sumber daya nasional bidang keamanan laut. Akibatnya kualitas keamanan, keselamatan, dan penegakan hukum di laut lemah.

“Hal ini dapat menjadi faktor penghambat pencapaian poros maritim dunia. Bapak Presiden Joko Widodo telah memberikan enam kali arahan untuk membentuk Coast Guard Indonesia (CGI)”, ungkap Antongan Simatupang.

Terdapat dua perspektif tentang CGI, yaitu versi Direktorat KPLP dan versi Badan Keamanan Laut (Bakamla). Menurut Antongan Simatupang, dualisme ini sangat melemahkan Indonesia di mata internasional. Sehingga, rakor ini bertujuan untuk memperoleh solusi bagi Direktorat KPLP dalam melaksanakan validasi organisasi dan restrukturisasi kekuatan dan kemampuannya.

Hal sependapat juga diutarakan oleh Direktur Eksekutif dari Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Estu Prabowo, M.Sc yang menekankan bahwa hingga Hingga saat ini Sea and Coast Guard yang diamatkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan dibentuknya Penjaga Laut dan Pantai dan harus sudah terbentuk paling lambat 3 tahun setelah UU berlaku.

“Amanat UU itu seharusnya tahun 2011 sudah tersebut Sea and Coast Guard, namun hingga saat ini belum juga terbentuk”, jelas Estu Prabowo.

Diusulkan oleh Estu Prabowo untuk segera dibentuknya Sea and Coast Guard sebagai satu-satunya instansi penegakkan hukum di laut untuk keamanan dan keselamatan, mengingat banyaknya permasalahan laut yang terjadi di Indonesia setiap harinya, seperti illegal fishing, illegal logging melalui laut, penyelendupan manusia, perompakan, pencemaran laut, dan lain-lain.

Rapat koordinasi dihadiri perwakilan dari berbagai instansi, yaitu para Staf Ahli Menko Polhukam, perwakilan dari seluruh kedeputian Kemenko Polhukam, Dirjen Perhubungan Laut diwakili oleh Direktur KPLP Dr. Capt. Mugen Suprihato Sartoto, M.Sc; Direktur KPLP diwakili oleh Kasubdit Patroli dan Pengamanan Capt. Ramadan; dan Ketua Umum DPP INSA diwakili oleh Direktur Eksekutif INSA Dr (Can) E. Estu Prabowo, M.Sc. (tjoek; foto humaskemenpolhukam)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *