Sinmeta-, Potensi yang dimiliki Kelapa Sawit wujudnya kini banyak dikembangkan sebagai salah satu jawaban akan kebutuhan bahan bakar nabati (BBN), untuk menggantikan bahan bakar fosil. Inisiasi penelitian yang dilakukan untuk mengubah sawit menjadi BBN sebenarnya sudah dimulai lebih dari 35 tahun yang lalu, oleh Prof Subagjo dan para pakar Teknik Kimia di Institus Teknologi Bandung (ITB). Tim tersebut telah bekerja keras melalui sistem katalis, untuk mengonversikan minyak sawit menjadi BBN.
Mengutip publikasi yang dimuat pada laman BRIN, Prof Subagjo pun menjelaskan bagaimana bisa minyak sawit diubah dan menggantikan posisi bahan bakar fosil. “Minyak sawit adalah hidrokarbon, yaitu seperti minyak bumi hanya di ujungnya ada CO2, jika ujungnya diputus (CO2) maka langsung menjadi seperti minyak bumi, lalu karena saya belajar tentang katalis, maka saya diminta untuk mencari katalis yang cocok untuk riset tersebut”, jelasnya.
Pada tahun 2009, disebut mulai ada penelitian tentang Diesel Bio Hidro Karbon, atau diesel yang seperti minyak bumi tapi dari bahan hayati. Akhirnya Pertamina bekerja sama dengan ITB dengan memberikan bantuan untuk melakukan proses katalis guna mengonversi minyak sawit menjadi BBN, dalam bentuk pendirian Lab Teknik Reaksi Kimia dan Katalis (TRKK).
Di tahun 2019, keberhasilan tersebut akhirnya kian menemukan titik terang. Salah satu akademisi kimia di ITB yang terlibat dalam upaya tersebut yakni IGB Ngurah Makertiharta, menjelaskan jika ia berhasil mengolah minyak sawit menjadi bensin. Lebih istimewanya lagi, bensin atau BBN yang dihasilkan dari teknologi katalis yang ada bersifat drop-in, dalam artian dapat dipakai dalam mesin secara langsung tanpa harus dicampur dengan BBM berjenis fosil.
Hal tersebut mungkin terjadi, karena setelah melewati serangkaian pengujian, minyak sawit yang telah diolah dengan katalis hasilnya persis dengan senyawa yang ada pada energi fosil. Ke depannya, produk turunan berupa energi yang dihasilkan dari BBN tersebut akan diberi nama sesuai dengan jenisnya, yaitu bensin menjadi bensin nabati, diesel menjadi diesel nabati dan avtur juga jadi avtur nabati.
Terlanjur ‘menjegal’ dan mendiskreditkan komoditas minyak kelapa sawit dari Indonesia untuk bisa masuk ke negara Uni Eropa sebagai komoditas ekspor/impor karena pandangan deforestasi hutan, pada akhirnya kondisi tersebut diyakini membuat Eropa sedikit cemas.
Awalnya, negara-negara Eropa berencana untuk menghapuskan sawit sebagai material bahan bakar transportasi secara bertahap hingga menyeluruh di tahun 2023. Saat diumumkan, hal tersebut tentu mendapat penolakan dari negara penghasil kelapa sawit, salah satunya Indonesia.
Namun setelah ditemukannya potensi yang ada, akan kemampuan minyak sawit menjadi BBN berkualitas tinggi siap pakai dan menggantikan BBM, situasi tersebut kini diyakini menjadi berbalik. “Mereka panik setelah kita bisa mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar, dan CPO kita serap sendiri”, ujar IGB Ngurah Makertiharta.
Di saat yang bersamaan, Prof. Subagjo jika menyatakan jika kondisi ini akan membuat Indonesia menjadi negara yang mandiri. “Penggunaan katalis untuk konversi sawit menjadi BBN, bisa menjadikan kita sebagai bangsa yang mandiri di bidang energi, sehingga tidak tergantung kepada asing”, pungkasnya. (sna; foto humasitb)