Komite III DPD RI – Nadiem Makarim Bahas Guru Honorer Hingga Kurikulum Merdeka
Sinmeta-, Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membahas berbagai persoalan terkait Kurikulum Merdeka, Cagar Budaya hingga Guru Honorer bersama dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim. Disamping persoalan penguatan kebijakan perlindungan cagar budaya. Meski Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Termasuk juga pro kontra terkait RUU Sisdiknas sehingga tidak dimasukkan dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2023. Serta permasalahan pengangkatan guru honorer menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) hampir di semua daerah di Indonesia.
“Komite III DPD ingin mendalami persoalan keterbatasan SDM Tim Ahli Cagar Budaya, persoalan Kurikulum Merdeka Belajar yang banyak dikeluhkan di daerah serta masalah pengangkatan guru honorer menjadi guru P3K diperlukan komitmen semua pihak”, ucap Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri didampingi Wakil Ketua Evi Apita Maya, Habib Ali Alwi, dan Muslim M Yatim.
Rapat kerja Komite III DPD RI dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi membahas pelaksanaan UU NO. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Realisasi Program Kerja Kemendikbudristek TA 2022 dan Rencana Kerja Kemendikbudristek TA 2023, di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta (27/9).
Selain itu, Komite III juga menyoroti hal yang ramai menjadi perbincangan di publik menyangkut RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Sebagaimana diketahui RUU Sisdiknas telah menimbulkan pro kontra di publik sehingga tidak dimasukkan dalam daftar Prolegnas Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2023.
“Jadi kelak apabila RUU Sisdiknas, disahkan menggunakan metode Omnibus maka dikhawatirkan akan mencabut tiga undang-undang yakni Undang-Undang Sisdiknas yang lama (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, oleh karena itu banyak mendapat penolakan”, lanjut Hasan Basri.
Sementara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memaparkan kinerja Kemendikbudristek TA 2022 dan Program Kerja TA 2023. Terkait RUU Sisdiknas Mendikbudristek menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi salah satu kebijakan yang paling berdampak positif terhadap kesejahteraan guru.
Selain itu RUU ini juga mengatur agar guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik bisa segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi.
Pada raker ini, Kemendikbudristek menjelaskan bahwa untuk anggaran pendidikan tahun 2022, pihaknya mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 72,99 Triliun dan tambahan BA BUN sebesar Rp. 8,92 Triliun. Sementara pada Tahun 2023 menjadi Rp 80,22 Triliun dengan arah kebijakan yang dilakukan dengan optimalisasi angka partisipasi pendidikan, kualitas dan relevansi pendidikan, pendidikan tinggi riset dan inovasi, pemajuan dan pelestarian bahasa dan kebudayaan serta tata kelola penguatan kebudayaan.
“Tahun 2022 dan 2023 fokus utama kami menyelesaikan permasalah guru honorer untuk diangkat menjadi guru P3K, berdasarkan formasi yang ada kami sudah mengupayakan sudah lebih dari 600 ribu di tahun ini diangkat menjadi guru P3K”, jelas Nadiem Makarim.
Mendorong program tersebut, Kemendikbudristek mengupayakan pada RAPBN 2023 untuk gaji guru P3K dialokasikan dan ditransfer ke daerah. Kemendikbudristek juga mendorong pemda untuk terus menaruh perhatian kepada formasi guru P3K.
“Walaupun proses masih panjang, ini menjadi prioritas kami optimalisasi pada permasalahan pengangkatan guru honorer menjadi P3K, ini juga butuh keseriusan pemda dalam memfasilitasi formasi ini karena ini berada pada mereka”, tukas Nadiem Makarim.
Sementara itu menurut Kemendikbudristek Kurikulum Merdeka memberikan opsi fleksibel kepada sekolah yaitu, sekolah akan diberikan kebebasan dalam menentukan kurikulum sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Sekolah diperbolehkan tetap menggunakan kurikulum 2013 bila belum merasa nyaman melakukan perubahan. Nadiem mengimbau sekolah yang ingin melakukan transformasi namun belum siap dengan perubahan besar, diperkenankan memilih kurikulum darurat. Sementara opsi terakhir, sekolah yang menginginkan dan siap dengan perubahan, diperbolehkan menggunakan kurikulum Merdeka.
“Dengan adanya platform Merdeka, mengajar bisa menghemat anggaran yang sangat besar dan fleksibel disesuaikan dengan kemampuan masing-masing sekolah”, tambah Nadiem Makarim.
Sementara itu, menyoroti permasalahan yang ditemui terkait Cagar Budaya, Kemendikbudristek menilai karena belum maksimalnya pendataan dan penetapan di Indonesia dan keterbatasan finansial maka hingga saat ini hanya 238 Pemda yang memiliki Tim Ahli Cagar Budaya.
“Banyak daerah memiliki Tim Ahli Cagar Budaya tapi belum produktif dan memiliki program, selain itu adanya tekanan pembangunan dan perubahan lingkungan serta masih terbatasnya keterlibatan publik juga lemahnya regulasi”, jelas pria yang kerap disapa Mas Menteri itu. (mas/tjoek; foto humasdpdri)