Sinmeta-, Industri pengolahan mencatatkan nilai ekspor sepanjang Januari-Agustus 2022 sebesar USD139,23 miliar atau naik 24,03 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Sektor industri tetap memberikan kontribusi paling besar, dengan sumbangsihnya hingga 71,55 persen terhadap total nilai ekspor nasional yang menembus USD194,60 miliar.
“Kinerja ekspor dari sektor industri manufaktur masih terus melambung, meskipun berada di tengah risiko ketidakpastian kondisi global yang membayangi ekonomi nasional”, kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta (18/9). Dan pengapalan sektor industri manufaktur konsisten memberikan andil yang besar terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia.
Ditambahkan oleh Agus Gumiwang Kartasasmita bahawa neraca perdagangan kita surplus selama 28 bulan berturut-turut. “Dan ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pemulihan ekonomi berada pada jalur yang tepat”, ungkapnya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan secara kumulatif pada Januari-Agustus 2022 mengalami surplus sebesar USD34,92 miliar atau tumbuh 68,6 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
“Surplus neraca perdagangan tidak terlepas dari program hilirisasi industri yang terus kami jalankan, guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia,” tutur Agus Gumiwang Kartasasmita.
Nilai ekspor komoditas turunan nikel meningkat signifikan sejak pemerintah memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel mulai awal tahun 2020. Hal ini terlihat dari nilai ekspor komoditas turunan nikel pada Januari-Agustus 2022 yang mencapai USD12,35 miliar atau tumbuh hingga 263 persen jika dibandingkan tahun 2019, sebelum pemberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang hanya mencapai USD3,40 miliar.
“Enam tahun yang lalu, ekspor kita dari nikel kira-kira hanya USD1,1 miliar. Sedangkan, pada tahun 2021 sudah mencapai USD20,9 miliar. Artinya, nilai tambah lompatannya hingga 19 kali. Oleh karena itu, pemerintah terus memacu tumbuhnya industri smelter yang terbukti memberikan multiplier effect yang luas bagi perekonomian nasional”, jelas Agus Gumiwang Kartasasmita.
BPS juga mencatat, industri pengolahan menjadi kontributor terbesar jika dilihat menurut sektornya, dengan nilai ekspor mencapai USD19,79 miliar pada Agustus 2022. Pengapalan sektor manufaktur ini mengalami pertumbuhan 13,49 persen apabila dibandingkan dengan nilai posisi pada Juli 2022.
“Kenaikan eskpor ini didorong oleh komoditas minyak kelapa sawit, besi baja, peralatan listrik, kendaraan dan bagiannya, serta turunan nikel”, imbuh Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sampai saat ini, Kementerian Perindustrian fokus memacu hilirisasi industri berbasis agro, bahan tambang mineral, serta migas dan batubara. Menurutnya, banyak manfaat yang telah didapatkan Indonesia dari implementasi kebijakan hilirisasi, antara lain menghasilkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberikan peluang usaha.
“Melalui hilirisasi, Indonesia tidak lagi menjual barang mentah, namun sudah diolah baik itu produk setengah jadi maupun menjadi produk akhir”, ujar Agus Gumiwang Kartasasmita.
Pemerintah telah mampu menjaga kinerja ekonomi Indonesia tetap tumbuh pada kuartal II tahun 2022 sebesar 5,44 persen secara tahunan (year on year). Pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan negara lain yang mengalami perlambatan ekonomi pada periode yang sama, seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Spanyol, Korea Selatan, dan China.
Di samping itu, kondisi pengoperasian sektor manufaktur Tanah Air terus membaik dalam 12 bulan terakhir. Hal ini tercermin dari indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia bulan Agustus 2022 yang mencapai 51,7 atau menguat dari angka 51,3 di bulan sebelumnya.
“PMI Manufaktur Indonesia terus menunjukkan peningkatan di tengah menurunnya indeks tersebut di negara-negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan (49,8 di Juli 2022 menjadi 47,6) dan Jepang (52,1 pada Juli 2022 menjadi 51,5),” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (ptb; foto humaskemenperin)