Sinmeta-, Tantangan dan risiko global bergeser ke peningkatan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter serta likuiditas. Tingginya tekanan inflasi mendorong percepatan pengetatan kebijakan moneter, khususnya di AS. Tekanan inflasi global yang masih terus berlanjut mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi mendorong peningkatan cost of fund, termasuk di Indonesia.
Sinyal pelemahan global juga nampak dari perlambatan PMI manufaktur karena adanya penurunan demand dan confidence, tekanan harga, dan berlanjutnya supply disruption. Dan naiknya volatilitas tersebut diiringi tren pelemahan global yang meningkatkan potensi risiko resesi di banyak negara, termasuk AS dan Tiongkok yang mengalami perlambatan tajam aktivitas ekonomi.
Survei Bloomberg pada 15 Juli 2022 menunjukkan potensi resesi di Sri Lanka sebesar 85%, AS 40%, dan China 20%, sedangkan Indonesia hanya 3%, jauh lebih kecil dibandingkan ketiga negara sebelumnya. WEO IMF pada Juli 2022 merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2% pada 2022 dan 2,9% 2023 masing-masing menurun sebesar 0,4 dan 0,7 poin dari proyeksi sebelumnya pada April lalu.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan sebesar 2,3% pada 2022 dan 1,0% pada 2023; Tiongkok sebesar 3,3% pada 2022 dan 4,6% pada 2023, serta Indonesia sebesar 5,3% pada 2022 dan 5,2% pada 2023.
Beralih ke domestik, pemulihan ekonomi berjalan baik, namun risiko global khususnya inflasi dan potensi resesi negara maju harus diwaspadai. Posisi Indonesia relatif lebih aman dibandingkan beberapa negara, dilihat dari tingkat risiko kredit dan rasio utang Indonesia yang relatif lebih rendah.
Volatilitas global berdampak pada tekanan inflasi domestik dan pasar obligasi Indonesia, meski dampaknya terbatas didukung likuiditas domestik yang kuat. Selanjutnya, aktivitas masyarakat sudah kembali normal dan mendorong kegiatan ekonomi, diikuti mobilitas masyarakat di kuartal II yang mengalami peningkatan signifikan karena periode libur. Kinerja APBN hingga bulan Juni kembali mencatatkan surplus ditopang kinerja pendapatan yang tumbuh di semua komponen.
“Kita akan terus menjaga kesehatan APBN dari guncangan-guncangan yang makin kuat dari luar negeri, maka kita harus membuat agar APBN kita tetap sehat, sehingga dia bisa melindungi masyarakat dan perekonomian kita,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Juli 2022.
Sementara itu, APBN bekerja keras melalui Belanja Negara untuk mendukung program pemulihan ekonomi dan menjaga dampak adanya ketidakpastian. Outlook defisit APBN 2022 turun dari 4,85% PDB (APBN) menjadi 3,92% PDB. Peran APBN sebagai shock absorber perlu dijaga agar berfungsi optimal, namun dengan tetap memperhatikan kesehatan dan kredibilitas APBN. Demikian disampaikan dalam publikasi APBN Kita edisi Juli 2022.
Tren positif perekonomian Indonesia ditunjukkan baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Indeks PMI Manufaktur tetap ekspansif di level 50,2, meski sedikit melambat dibandingkan bulan Mei yang sebesar 50,8.
Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh positif, ditopang oleh konsumsi listrik untuk industri dan bisnis. Optimisme aktivitas ekonomi masyarakat tetap kuat, dengan IKK Juni yang tetap pada level optimis di 128,2, relatif stabil dibandingkan bulan lalu 128,9.
Selain itu, aktivitas masyarakat sudah kembali normal seiring dengan akselerasi vaksinasi Covid-19 yang berjalan lancar. Meski kasus harian Covid-19 global dan domestik mulai kembali meningkat akibat penyebaran varian baru. Namun tidak memberikan tekanan pada sistem Kesehatan, namun perlu diantisipasi dengan melakukan akselerasi vaksinasi.
Di Indonesia, sampai dengan 25 Juli 2022, vaksin Covid-19 telah diberikan kepada 202,22 juta masyarakat (74,8% populasi) untuk dosis 1, 169,84 juta masyarakat (62,9%) untuk dosis 2, dan 54,68 juta masyarakat (20,2% populasi) untuk vaksin booster.
Google Mobility Indeks mencatat per 13 Juli 2022 meningkat menjadi 18,5% di kuartal II seiring periode libur. Sejalan dengan hal tersebut, indeks penjualan riil bulan Juni mencapai 229,1, tumbuh 15,4% secara tahunan, namun sedikit menurun dibandingkan bulan Mei yang mencapai 234,1.
Neraca perdagangan masih mencatatkan surplus, pada bulan Juni sebesar USD5,09 miliar dan melanjutkan tren surplus selama 26 bulan berturut-turut. dengan akumulasi sampai dengan Juni 2022 atau semester I-2022 surplus USD24,88 miliar.
Ekspor bulan Juni 2022 mencapai USD26,1 miliar, tumbuh tinggi sebesar 40,7% (yoy) didukung ekspor kelompok nonmigas seperti batubara, produk sawit, besi dan baja. Sementara itu, impor bulan Juni 2022 mencapai USD21 miliar, tumbuh positif sebesar 22% (yoy) yang didominasi oleh jenis barang input (bahan baku dan barang modal).
Cadangan devisa akhir Juni 2022 sebesar USD136,4 miliar, meningkat dari posisi pada akhir Mei 2022. Jumlah tersebut setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Inflasi Indonesia dalam tren meningkat, namun masih terkendali. Hal ini juga tak lepas dari peran APBN sebagai shock absorber yang mampu menahan dampak kenaikan harga komoditas global menjadi terbatas, sehingga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi dapat tetap terjaga. Selain karena harga komoditas global, tekanan inflasi domestik lebih disebabkan oleh faktor musiman dan diperkirakan mereda seiring membaiknya pasokan.
Kurs Rupiah terhadap USD melemah di kisaran 15.000/USD. Meski masih terdepresiasi, kinerja kurs Rupiah lebih baik dibandingkan dengan beberapa EM seperti Malaysia, India, Thailand, dan Filipina. Selain itu, kebijakan hawkish the Fed berdampak pada capital flow dari Emerging Market, termasuk Indonesia, namun dampaknya terbatas didukung likuiditas domestik yang masih cukup kuat.
Dari segi kepemilikan, SBN masih didominasi oleh Perbankan dan BI, sementara porsi kepemilikan asing masih dalam tren menurun sejak akhir 2019 (38,57%) menjadi 15,39% per 22 Juli 22. Di tengah pengetatan kebijakan moneter global, kinerja pasar SBN domestik masih cukup resilien. Namun perlu diwaspadai pengaruh normalisasi kebijakan moneter global pada peningkatan cost of fund.
Belanja Negara diarahkan untuk penyaluran berbagai bansos dan subsidi, pendanaan proyek strategis nasional, serta program-program pemulihan ekonomi, termasuk transfer ke daerah. Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Juni 2022 mencapai Rp1.243,6 triliun (40,0% dari pagu APBN Perpres 98/2022), dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,3% (yoy) dari tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp876,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp367,1 triliun.
Kinerja belanja K/L bulan Juni Rp392,8 T (41,5% dari Pagu pagu APBN Perpres 98/2022), utamanya dimanfaatkan untuk belanja pegawai termasuk THR, kegiatan operasional K/L, pengadaan peralatan/ mesin, jalan, jaringan, irigasi, serta pernyaluran berbagai bansos dan program PEN ke masyarakat. Selanjutnya, belanja Non-KL Rp483,7 T (35,7% dari Pagu pagu APBN Perpres 98/2022) utamanya didukung penyaluran subsidi, kompensasi BBM dan listrik, dan pembayaran pensiun (termasuk THR dan Pensiun 13) serta jaminan kesehatan ASN.
Anggaran perlindungan sosial dalam APBN 2022 dimanfaatkan untuk pemberian bantuan sosial dan subsidi bagi masyarakat terdampak. Realisasi hingga semester I telah mencapai Rp188,2 triliun, meliputi pemberian manfaat berupa: a) penyaluran untuk program prakerja kepada 1,7 juta peserta, b) PKH kepada 10 juta KPM, c) kartu sembako kepada 18,7 juta KPM, d) BLT Desa kepada 7,5 juta KPM, e) subsidi Bunga KUR kepada 3,7 juta debitur.
Alokasi PC-PEN tahun 2022 terdiri dari penanganan kesehatan sebesar Rp122,54 triliun, perlindungan masyarakat sebesar Rp154,76 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi sebesar Rp178,32 triliun. Realisasi PC-PEN hingga 22 Juli 2022 mencapai Rp146,7 triliun atau 32,2% dari total alokasi sebesar Rp455,62 triliun, meliputi: a) Kesehatan Rp31,8 triliun; b) Perlinmas Rp63,7 triliun; dan c) Penguatan Pemulihan Ekonomi Rp51,3 triliun.
Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan 30 Juni 2022 mencapai Rp333,1 triliun atau 45,2% dari pagu APBN 2022. Sebagian besar jenis TKD mengalami kenaikan kinerja penyaluran disebabkan kepatuhan pemerintah daerah yang lebih baik.
Selanjutnya, pembiayaan investasi terus didorong untuk mendukung pembangunan di sektor prioritas dan upaya ekonomi pemulihan. Realisasi pembiayaan investasi pada semester I mencapai Rp48,0 triiliun (di mana 97,9% nya direalisasikan untuk infrastruktur dan pendidikan).
Pendapatan Negara tumbuh signifikan didukung meningkatnya aktivitas ekonomi, dampak implementasi UU HPP, dan naiknya harga komoditas. Namun demikian, perlu kehati-hatian terhadap keberlanjutan harga komoditas ke depan.
Hingga Semester I 2022, Pendapatan Negara tercapai Rp1.317,2 triliun atau 58,1% target APBN Perpres 98/2022, tumbuh 48,5% secara tahunan. Secara nominal, realisasi komponen pendapatan negara yang bersumber dari penerimaan Perpajakan mencapai Rp1.035,9 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp281,0 triliun dan Hibah Rp0,30 triliun. Dan realisasi penerimaan Pajak sampai dengan akhir Juni 2022 tercapai sebesar Rp868,3 triliun (58,5% target APBN Perpres 98/2022), atau tumbuh 55,7% (yoy).
Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada periode Januari-Juni 2022 dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Tren peningkatan harga komoditas, b) Pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan tingkat permintaan yang terus membaik baik dari domestik maupun luar negeri, c) Basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif fiskal, dan d) Dampak implementasi UU HPP. Pada bulan Juni, kinerja pertumbuhan terutama ditopang oleh penerimaan PPS yang sangat tinggi pada bulan terakhir implementasinya. PPS berhasil memperoleh pendapatan pajak sebesar Rp61,0 triliun dari 247.918 wajib pajak, dengan total nilai harta bersih sebesar Rp594,8 triliun.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai terealisasi sebesar Rp167,6 triliun (56,1% APBN Perpres 98/2022), atau tumbuh 37,2% (yoy). Penerimaan Kepabeanan dan Cukai tumbuh signifikan didorong kinerja positif seluruh komponen penerimaan. Penerimaan Bea Masuk tumbuh 30,5% didorong tren perbaikan kinerja impor nasional terutama Sektor Perdagangan dan Sektor Industri.
Selanjutnya, Penerimaan Bea Keluar tumbuh 74,9% didorong tingginya harga komoditas, kenaikan tarif BK produk kelapa sawit, dan kebijakan Flush Out. Penerimaan Cukai tumbuh 33,0% dipengaruhi oleh efektivitas kebijakan tarif, lonjakan produksi bulan Maret (efek kenaikan tarif PPN) dan efektifitas pengawasan.
Kinerja PNBP sampai dengan Semester I 2022 mencapai Rp281,0 triliun (58,3% dari target APBN Perpres 98/2022), didukung semua komponen PNBP kecuali BLU. Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan tumbuh 122,9% (yoy), utamanya diakibatkan kenaikan setoran dividen BUMN.
Selanjutnya, PNBP lainnya tumbuh 19,9%, utamanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan penjualan hasil tambang (PHT), kompensasi DMO batu bara, dan layanan K/L. Sementara pendapatan BLU tumbuh negatif 24,0% akibat penurunan pendapatan BLU Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Pengelolaan Kawasan Otorita.
Seiring pemulihan ekonomi yang tetap kuat dan berlanjut di tahun 2022, target defisit fiskal APBN 2022 diturunkan dari target awal sebesar 4,85% menjadi 4,50% PDB pada Perpres 98/2022. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah untuk menuju “soft landing” di tahun 2023.
Realisasi APBN sampai akhir Juni 2022 mencatat surplus 0,39% terhadap PDB. Namun demikian, dengan perkembangan ekonomi dan kinerja APBN yang semakin baik, terutama dari sisi pendapatan negara yang meningkat tajam, defisit fiskal di akhir tahun 2022 diproyeksikan dapat kembali turun menjadi lebih rendah dari pada target Perpres 98/2022.
Penurunan defisit APBN membawa konsekuensi pada pembiayaan anggaran dan pembiayaan utang yang juga mengalami penurunan. Penyesuaian tersebut menunjukkan upaya APBN untuk adaptif dan responsif menghadapi risiko global sekaligus menjaga kesinambungan APBN untuk konsolidasi fiskal tahun 2023.
Pembiayaan APBN tetap mengedepankan prinsip prudent, fleksibel, dan oportunistik. Realisasi Pembiayaan Utang sampai akhir Juni 2022 mencapai Rp191,9 triliun (20,3% dari target APBN Perpres 98/2022), turun 56,9% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Realisasi tersebut berasal dari Surat Berharga Negara (Neto) sebesar Rp182,4 triliun dan Pinjaman (Neto) sebesar Rp9,5 triliun.
Pemerintah tetap mengutamakan penerbitan SBN domestik, antara lain melalui penerbitan SBN Ritel sebagai upaya berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi investor domestik. Meski dengan target yang tinggi, penerbitan SBR011 pada bulan Juni mengalami oversubscribe hingga 2,78 kali dari target awal sebesar Rp5 triliun dan memperoleh Rp13,91 triliun dari 46.673 investor.
Selain itu, SWR003 yang baru ditutup pada Juli ini mencatat penjualan terbesar sepanjang sukuk wakaf ritel dengan total Rp38,5 miliar. Di tahun 2022, Pemerintah melanjutkan implementasi SKB I dan III, sekaligus sebagai tahun terakhir pelaksanaan SKB. SKB I di mana BI sebagai standby buyer telah tercapai sebesar Rp32,24 triliun sementara realisasi SKB III yang diterbitkan pada akhir Juni mencapai Rp21,87 triliun.
Selain itu, realisasi PPS untuk investasi SUN tercapai sebesar Rp1.057 triliun dan USD11,84 juta, serta SBSN sebesar Rp135,3 miliar. Menghadapi peningkatan risiko global, Pemerintah telah melakukan beberapa penyesuaian strategi pembiayaan melalui utang di tahun 2022, antara lain: (i) Optimalisasi SBN domestik, terutama melalui SBN Ritel yang ditargetkan tetap tinggi serta optimalisasi pendanaan SKB III pada Kuartal III 2022; (ii) Penyesuaian target lelang SBN dan SBN valas; serta (iii) fleksibilitas pinjaman program.
Risiko global meningkat akibat tekanan inflasi tinggi yang berkepanjangan dan diikuti pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Hal ini menyebabkan peningkatan volatilitas dan tekanan di pasar keuangan serta penurunan prospek pertumbuhan global. “Indonesia harus tetap menjaga agar perekonomian domestik kita berdaya tahan, dan tentu surplus APBN yang terjadi pada semester I, baik pada pendapatan negara yang tumbuh sangat signifikan yaitu pajak, bea dan cukai serta PNBP, dijadikan bantalan atau bekal untuk menghadapi ketidakpastian yang makin tinggi di semester II”, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Di sisi domestik, perekonomian masih resilien namun perlu waspada di tengah gejolak global akibat potensi resesi dan fenomena stagflasi. Fundamental ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor eskternal yang sehat, tekanan inflasi yang relatif lebih moderat serta kinerja fiskal yang kuat. “APBN akan tetap menjadi instrumen yang luar biasa penting untuk menjadi shock absorber, memperbaiki kinerja ekonomi, menjaga rakyat kita, dan itu berasal dari penerimaan pajak, dari penerimaan komoditas, dari bea dan cukai, dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” tambah Sri Mulyani.
Surplus APBN ditopang Pendapatan Negara yang tumbuh signifikan dan Belanja Negara yang ontrack dengan outlook defisit lebih rendah dari target. Perlu diantisipasi tambahan belanja subsidi dan kompensasi serta pengelolaan pembiayaan yang hati-hati dan efisien.
Sebagai instrumen penting melindungi rakyat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global, APBN terus dipertahankan sebagai shock absorber dan pendukung konsolidasi fiskal. Respon tepat dan cepat dalam menghadapi ketidakpastian global menjadi keharusan agar APBN 2022 tetap kuat, sehat, dan menjadi instrumen kebijakan yang sustainable dan kredibel. (wemfauz; foto bklikemenkeu)