Sinmeta-, Memperingati Hari Dunia Anti Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama IOM Indonesia dan Grab Indonesia menghelat puncak peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang dengan Talkshow Have a Heart “Berani Lawan Perdagangan Orang dengan Teknologi”.
Peringatan ini sekaligus meningkatkan kesadaran dan sosialisasi agar masyarakat dapat mengenali bahaya perdagangan orang di lingkungannya, memahami prosedur migrasi aman, serta menciptakan ruang digital yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak. Terlebih kasus perdagangan orang di Indonesia masih cenderung tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada tahun 2021, terdapat 678 korban TPPO. Melihat maraknya kasus perdagangan orang yang terjadi, maka kita perlu untuk lebih waspada mengingat dampak yang ditimbulkan dari perdagangan orang, khususnya terhadap perempuan dan anak, ujar Plh. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Titi Eko Rahayu, saat talkshow Have a Heart “Berani Lawan Perdagangan Orang dengan Teknologi” yang diselenggarakan di Jakarta.
Menyikapi kasus perdagangan orang di Indonesia yang masih cenderung tinggi, Pemerintah Indonesia berkomitmen memberantas perdagangan orang dengan menerbitkan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Selain itu juga, telah terbit Peraturan Presiden tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO), yang dipimpin oleh Ketua I yaitu Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ketua II yaitu Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dan Ketua Harian yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Anggota GT PP TPPO Pusat terdiri dari 24 Kementerian/Lembaga yang terdiri dari 6 sub Gugus Tugas.
Kenaikan tren dan peningkatan jumlah kasus perdagangan orang akibat penggunaan teknologi, juga menjadi perhatian sendiri bagi KemenPPPA selaku Ketua Harian GT PP TPPO. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan perdagangan orang perlu dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan melibatkan banyak pihak mulai dari unsur pemerintah sampai seluruh lapisan masyarakat.
“Terlebih seiring dengan perkembangan modus perdagangan orang, dibutuhkan pula strategi baru dalam pencegahan dan penanganan perdagangan orang sehingga cara-cara pencegahan dan penanganan yang kita lakukan tidak tertinggal”, ujar Titi.
Dikatakan juga oleh Titi, dalam beberapa program yang dilakukan, pemanfaatan teknologi menjadi salah satu fokus KemenPPPA untuk melakukan pencegahan perdagangan orang, misalnya membuat video sosialisasi bahaya perdagangan orang yang ditayangkan di Commuter Line, diskusi dan lomba terkait perdagangan orang melalui social media dengan melibatkan peran aktif anak muda Indonesia, dan peluncuran layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, baik melalui telepon 129 maupun Whatsapp di 08111-129-129.
“Untuk mewujudkan Indonesia bebas perdagangan orang, perlu keterlibatan dan upaya dari semua pihak. Mari kita bergerak bersama dan bergandengan tangan agar semua Warga Negara Indonesia terbebas dari bahaya perdagangan orang”, tutup Titi.
Koordinator Dept. Pendidikan dan Sosialisasi DPN Serikat Buruh Migran Indonesia, Maizidah Salas kemudian mengungkapkan bahwa beberapa penyebab perempuan rentan menjadi korban perdagangan diantaranya akses informasi yang kurang dari pemerintah kepada masyarakat, terutama perempuan – perempuan di tingkat paling bawah hingga ke desa, terkait informasi migrasi yang aman dan menjadi migran yang benar itu seperti apa. Hal ini yang kemudian menjadi celah bagi para oknum calo untuk melakukan perekrutan.
“Selain akses informasi yang terbatas serta banyaknya informasi yang tidak benar dari oknum calo, perempuan juga seringkali menjadi korban pemalsuan data oleh oknum calo, salah satunya terkait pemalsuan usia. Kemudian, minimnya program – program pemberdayaan bagi perempuan, atau bantuan berupa pemodalan – pemodalan ke perempuan desa, sehingga menyebabkan banyak perempuan di desa yang terpaksa memilih pekerjaan di luar negeri untuk mendapatkan penghasilan terutama di masa pandemi ini, apalagi dengan banyaknya PHK”, ujar Maizidah Salas.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Jaringan Nasional Anti TPPO, Rahayu Saraswati mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah faktor ekonomi.
“Dengan adanya pandemi, secara ekonomi banyak yang kesulitan. Dengan meningkatnya permasalahan ekonomi, maka akan berdampak pada meningkatnya jumlah orang yang lebih rentan menjadi korban perdagangan orang. Disini kita memiliki tantangan, karena jika berbicara soal TPPO maka tidak lepas dari permasalahan ekonomi”, ujar Rahayu Saraswati.
Menurut Rahayu Saraswati, tanggung jawab pencegahan TPPO bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, namun juga kita semua sebagai warga negara untuk melindungi sesama.
“Indonesia akan menjadi lebih baik dan terminimalisir korban TPPO jika implementasi dari Undang – Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Undang- Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang benar – benar dilakukan. Kemudian, sosialisasi masif hingga ke desa – desa juga harus dilakukan”, tutur Rahayu Saraswati.
Pada kesempatan ini, Steven Agustinus dan Ari Iswantoro, Pengemudi Grab juga mengajak masyarakat, terkhususnya para pengemudi Grab agar dapat lebih peka dan peduli jika melihat penumpang yang terlihat sedang memerlukan bantuan. Jika diperlukan, maka dapat membawanya ke lembaga ataupun pihak – pihak terkait yang dapat memberikan layanan yang diperlukan.
Lebih lanjut, KemenPPPA mengapresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam penyelenggaraan acara ini. Diharapkan hasil dari adanya kegiatan ini, dapat meningkatkan kepedulian terhadap situasi korban perdagangan orang serta meningkatkan perlindungan terhadap hak korban perdagangan orang di Indonesia. (lela; foto humaskemenpppa)