Sinmeta-, Istilah Fashion Week tentu tak asing di telinga para pengamat perkembangan adibusana dunia dan pecinta mode. Mereka seakan-akan selalu menanti setiap kemunculan acara yang dihadiri para pengamat mode, disainer, peragawan-peragawati, selebriti dan para crazy rich dunia itu.
Dari acara ini para pengamat mode akan memperoleh berbagai ide untuk mengembangkan tolak ukur trend mode yang akan berlangsung selama setahun. Para pecinta mode baik dari kelas menengah ke atas hingga kelas di kampung-kampung tentu akan menunggu dan mengikuti perputaran di dalam berbusana yang penuh gaya dan trendy.
Seperti diketahui, dalam perjalanan waktu, kemudian Eleanor Lambert, desainer asal New York, mencetuskan sebuah acara untuk memamerkan karya para pelaku industri fashion di Amerika Serikat. Dan pada tahun 1943 perhelatan itu terlaksana dengan nama Press Week. Press Week sendiri merupakan cikal bakal dari New York Fashion Week.
Lalu, bersama seorang master planner, Ruth Finley, Lambert mengundang sederet desainer yang belum memiliki merek pribadi. Sebab kala itu, perancang mode Amerika memang masih dipandang sebelah mata. Kala itu ada sekitar 60-70 toko retaill di New York, ujar Finley seperti yang dikutip dari Business Recorder, namun tidak ada nama desainer-nya, hanya nama toko saja.
Nah dalam kegiatan Press Week, menurut Finley, bertujuan untuk menampung pelaku bisnis, desainer, karya, dan pembeli. Finley pun sempat mencetuskan Fashion Calendar, sebagai resolusi sederhana dan taktis dalam dunia mode. Fashion Calendar ini memaparkan seluruh informasi dalam Press Week.
Selain desainer dan pelaku bisnis, Finley juga meminta kedatangan wartawan dan editor majalah dari berbagai negara. Meski tidak mendapatkan banyak perhatian seperti peragaan busana Paris, sebab publik dunia tengah sibuk dengan PD II, perhelatan ini tergolong sukses. Salah satu tandanya adalah kemunculan desain khas Amerika di majalah mode seperti Vogue.
“Perhelatan ini kemudian mengambil nama Fashion Week pada 1994 dan ditata ulang di Bryant Park”, tulis brecorder.com.
Perhelatan sepekan ini pun melibatkan berbagai entitas seperti desainer, fashion stylist, peragawati, makeup artist keamanan, hingga fotografer fashion. Tak main-main, untuk bisa ikut bergabung di Fashion Week, para pekerja harus mengantongi sertifikat profesional dan teruji.
Bahkan dalam pagelaran Fashion Week, sebuah rumah mode biasanya akan memamerkan karya terbaru, sesuai musim kala itu. Perhelatan adibusana ini kerap digelar setahun dua kali, sebelum pergantian musim (spring/summer dan autumn/winter). Tujuannya, agar para undangan bisa melihat desain busana yang bisa menjadi prediksi tren pada musim itu. Dan penentuan tren dari tamu undangan, terutama editor majalah ternama sangat mempengaruhi penghasilan rumah mode. Dan karena sebuah tren fashion memiliki siklus sendiri, maka tak heran jika sebuah baju, tas atau sepatu akan menjadi populer sepuluh hingga 20 tahun kemudian.
Seperti Stiletto Heel yang lahir pada 1800, kembali populer antara 1950-1960 hingga sekarang. Atau celana jeans yang dibawa Calvin Klein di akhir tahun 70’an, dan baru sekarang menjadi tren fashion.
Perlu diketahui pula, berdasarkan informasi dari Fashion United, ada empat besar pengembang Fashion Week yang menjadi tolak ukur negara yang menjadi ramalan tren busana dunia, seperti New York, Paris, London, dan Milan, yang memberikan inspirasi bagi para desainer Indonesia.
Seperti di Paris Fashion Week (PFW) yang mendadak ramai menjadi perbincangan, sebuah pagelaran di dunia mode internasional, juga di media sosial Indonesia. Ajang bergengsi tersebut menjadi tempat yang asyik untuk menciptakan image yang berkaitan dengan dunia fashion, make-up hingga asesoris lainnya.
Polemik kemudian tak terhindarkan, serta saling mempertahankan argumentasi kian menjadi bahan yang asyik untuk dibaca. Ajang Paris Fashion Week kemudian dikukuhkan hanya diselenggarakan di satu tempat yakni The Fédération de la Haute Couture et de la Mode (FHCM). Federasi Mode Prancis tersebut lalu menayangkan jadwal runway merek-merek fesyen global ternama. Apabila merek yang diusung tidak masuk dalam jadwal dari FHCM, maka mereka bukan bagian dari Paris Fashion Week. Dan merek-merek tersebut hanya melakukan show di Kota Paris pada jadwal yang bertepatan dengan penyelenggaraan Paris Fashion Week. Polemik ini kemudian menjadi kisah yang menarik untuk diikuti, diolah dan diperbincangkan.
Paris Fashion Week sendiri merupakan pekan mode yang digelar untuk mempresentasikan karya para desainer dari berbagai rumah mode ternama di dunia. Ajang tersebut digelar dua kali dalam setahun, yaitu peragaan koleksi musim semi dan musim panas (spring-summer) dan koleksi musim gugur juga musim dingin (fall-winter).
Adapun penyelenggara pertama pekan mode tersebut, dilaksanakan pada tahun 1973 silam. Acara yang tidak dilewatkan oleh para pencinta mode ini dibagi menjadi kategori, Paris Fashion Week Fall-Winter yang menampilkan koleksi siap pakai (ready-to-wear) pakaian pria, perempuan, dan haute couture. Dan Paris Fashion Week Fall-Winter yang terbagi dalam beberapa pekan.
Menampilkan koleksi siap pakai untuk perempuan. Kategori ini kemudian menjadi catatan tersendiri bagi para disainer untuk menyusun jadwal mereka agar bisa turut serta dipagelaran mode tingkat dunia tersebut. Begitu besarnya minat mereka untuk mengikuti ajang tersebut dan memperoleh undangan bergengsi dari panitia, berkaitan erat dengan bisnis pakaian, tas, sepatu ‘branded’ yang mengusung rumah-rumah mode terkenal sehingga menjadi sebuah strata di dunia selebriti permode-an dan gengsi dari sebuah penampilan.
PFW merupakan pekan mode yang diadakan setiap setengah tahun di Paris, Prancis dengan acara musim semi/musim panas dan musim gugur/musim dingin yang diadakan setiap tahun. Paris Fashion Week ditentukan oleh Federasi Mode Prancis. Brand yang tampil di Paris Fashion Week adalah mereka yang lolos kurasi Federation de la Haute Couture et de la Mode (FHCM). FHCM adalah federasi yang menaungi penyelenggaraan Paris Fashion Week dan telah berdiri sejak 1868.
Sejarah Fashion Week bisa ditelusuri pada awal 1850-an ketika seorang penjahit bernama Charles Fredrick Worth pertama kali mempresentasikan koleksi barunya langsung pada seorang model/pergawati. Dan ini menjadi sebuah ide baru pada saat itu yang bertujuan untuk membantu mendirikan Asosiasi Perdagangan Chambre Syndicale de la Confection et de la Couture pour Dames et Fillettes, Worth berperan penting dalam menyiapkan panggung untuk industri mode Prancis.
Saat itulah istilah haute couture mulai digunakan, tetapi hanya oleh mereka yang pantas mendapatkannya di mana acara pertunjukkan mode dipesan lebih dahulu oleh para peminatnya. Kegiatan itu bisa diadakan di rumah pribadi dan studio desainer.
Hal ini berlanjut hingga abad ke-20 dan Prancis berkuasa juga menjadi ibu kota mode global. Seiring waktu, pesta penuh gaya ini menjadi lebih megah dan canggih dan berubah menjadi peragaan busana lengkap dengan desain set, musik, dan tentu saja paparazzi. Saat Prancis di bawah pendudukan NAZI selama Perang Dunia II, peragaan busana semacam itu dilarang dan kegiatan pagelaran mode mulai diadakan di Amerika Serikat.
Pada tahun 1943, New York Fashion Week mulai berlangsung, awalnya bernama ‘Press Week’, tak lama Italy kemudian mengikutinya, pertama di Milan pada tahun 1958 dan kemudian di Florence pada tahun 1972. Kemudian, London Fashion Week dimulai pada tahun 1984.
Pada tahun 1973 Paris kembali ke garis depan mode dengan Grand Divertissement Versailles atau “Pertempuran Versailles.” Di Istana Versailles yang megah, desainer Amerika Oscar de la Renta, Anne Klein, Bill Blass, Halston, dan Stephen Burrows berkompetisi melawan master mode Prancis, Yves Saint Laurent, Hubert de Givenchy, Pierre Cardin, Emanuel Ungaro, dan Marc Bohan dari Christian Dior.
Acara ini memicu Paris Fashion Week yang resmi di mana Haute Couture, Ready-to-Wear, dan Men’s Fashion semuanya dipagelarkan dan menjadi pusat perhatian dunia.
Setelah Paris Fashion Week (PWF) kemudian muncul empat peragaan busana kelas dunia, di antaranya New York Fashion Week yang merupakan acara dua tahunan yang dihelat setiap Februari dan September di New York. Seperti diketahui, Kota New York menjadi kiblat tren fashion di seluruh dunia. Acara ini pertama kali digelar tahun 1940-an, sekaligus menjadi acara peragaan busana pertama di dunia.
Kemudian muncul juga London Fashion Week yang diselenggarakan oleh British Fashion Council (BFC) di London, Inggris, acara peragaan busana dua tahunan ini pertama kali berlangsung pada Oktober 1983. Biasanya, akan menampilkan 250 desainer kelas dunia kepada khalayak global.
Pada 2018 lalu, London Fashion Week berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, ajang ini kemudian dinobatkan sebagai peragaan busana pertama yang bebas bulu hewan. Hal itu menyusul meningkatnya aksi protes dari para aktivis hewan yang tidak setuju penggunaan bulu hewan dalam peragaan busana.
Selanjutnya Milan Fashion Week yang diselenggarakan oleh Camera Nasionale della Moda Italiana (The National Chamber for Italian Fashion). Acara peragaan busana yang berlokasi di Kota Milan, Italy ini pertama dihelat pada 1958. Dilansir dari Fashion Rider, adanya perhelatan Milan Fashion Week menjadikan Kota Milan sebagai kiblat tren mode juga. Tak hanya itu, ia juga membentuk citra Milan modern yang lebih kontemporer.
Dan kemudian muncul Berlin Fashion Week yang merupakan acara peragaan busana relatif baru. Diselenggarakan setiap tahun selama Januari dan Juli di Brandenburg Gate, Berlin, Jerman. Acara ini dimulai pada 2007 dengan tujuan menampilkan kreasi desainer pemula.
Berlin Fashion Week pada dasarnya adalah upaya kolaboratif dari Senat Berlin dan Berlin Partner GmbH, agen kontak pusat untuk mengawasi tren pasar baru dan perdagangan luar negeri. Selain itu, dimaksudkan juga untuk mempromosikan Berlin sebagai pusat bisnis.
Begitulah kisah tentang Paris Fashion Week yang menjadi acuan mode di dunia. Tentu, di Asia ada juga kiblat mode yang disukai oleh anak muda dan penggemar fashion, contohnya seperti fashion Korea dan Jepang. Namun Paris tetap menjadi magnit dari pusat mode internasional.
Dan bagaimana dengan Indonesia? Selain kain endek Bali yang dipakai di PFW itu, ada pula assesoris yang dipajang di acara perhelatan mode internasional tersebut, dia adalah jenama Bali Jewel Rocks Bijoux Indonesia yang resmi diundang dan tampil di Paris Fashion Week 2022, penciptanya adalah Sean Sheila dengan nama brand Jewel Rocks Bijoux atau fesyen asesoris yang berdiri sejak tahun 2014.
Nama ini diambil dari nama kedua desainer, yaitu Sean dan Sheila, yang keduanya merupakan lulusan sekolah di Singapura. Hanya ada dua jenama asal Indonesia yang diundang secara resmi oleh pihak manajemen Paris Fashion Week 2022.
Hal ini dapat dilihat dari situs resmi Paris Fashion Week 2022, di mana tercantum jenama Bali Jewel Rocks Bijoux dan Sean Sheila. Kedua jenama/asesoris ini mendapat spot di showroom yang bertempat di Palais Brongniart, dan dijadwalkan tampil pada tanggal 4 sampai 7 Maret 2022, dari pagi hingga sore, waktu Paris. (fanny j.poyk; foto humas fw2022)