Sinmeta-, Pemerintah Indonesia melindungi konsumen dalam berinvestasi serta meminimalkan risiko bagi investor aset kripto. Untuk itu, pemerintah melakukan pengawasan yang dilakukan secara off site dan on site. Demikian dipaparkan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga saat Seminar Block#1 Goes to Campus yang digelar di aula FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Mengusung tema “Peluang dan Tantangan Industri Blockchain di Indonesia”. Pengawasan off-site dilakukan terhadap laporan rutin yang disampaikan pedagang aset kripto melalui surat elektronik (e-mail) atau sistem pelaporan elektronik yang terhubung dengan Bappebti.
“Sementara itu, pengawasan on-site adalah pemantauan langsung secara rutin atau sewaktu-waktu berdasarkan perhitungan pemetaan risiko”, tutur Jerry Sambuaga.
Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengeluarkan Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Perdagangan Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, guna mengakomodasi perdagangan fisik aset kripto di Indonesia.
“Aset kripto di Indonesia dikategorikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Kripto disebut aset (cryptoassets), bukan alat pembayaran (cryptocurrency). Aset kripto tidak diatur Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, atau Otoritas Jasa Keuangan, melainkan Kementerian Perdagangan”, jelas Jerry Sambuaga.
Adapun jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Bappebti No. 7/2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto, yaitu sebanyak 229 aset.
“Pengaturan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat, seperti meningkatkan investasi dalam negeri atau mencegah arus keluar modal; memberikan perlindungan kepada konsumen dan kepastian usaha; mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme; serta membuka lowongan di bidang teknologi informasi. Selain itu, juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi negara berupa penerimaan pajak”, ujar Jerry Sambuaga.
Saat ini, pemerintah Indonesia tengah dalam proses mendirikan bursa aset kripto, lembaga kliring, dan kustodian untuk mendukung ekosistem aset kripto Indonesia. Selanjutnya, pemerintah akan terus memantau perkembangan nilai transaksi dan nasabah yang luar biasa ini sehingga perdagangan aset kripto di Indonesia tetap berada pada koridor yang benar.
Kementerian Perdagangan mencatat, pertumbuhan nilai transaksi dan jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia sangat luar biasa. Pada 2021, total nilai transaksi aset kripto mencapai Rp859,4 triliun atau meningkat 1.224 persen dibandingkan pada 2020 yang tercatat Rp64,9 triliun. Pembeli terdaftar tercatat 14,6 juta pembeli.
Demografi investor aset kripto juga menunjukkan informasi yang cukup menarik. Pria mendominasi 79 persen dan wanita 21 persen. Kelompok usia didominasi rentang 18–24 tahun 32 persen, disusul kelompok 23–30 tahun 30 persen dan 31–35 tahun 16 persen. “Adapun investor didominasi penduduk di Pulau Jawa 69 persen, disusul Sumatra 17 persen dan Kalimantan 6 persen. Pekerjaan nasabah aset kripto didominasi karyawan swasta 28 persen, disusul wirausahawan 23 persen dan pelajar 18 persen”, lanjut Jerry Sambuaga.
Sulit membandingkan perdagangan saham dengan perdagangan aset kripto karena saham lebih mapan daripada kripto yang baru dimulai dalam tiga tahun terakhir. Nilai transaksi terpaut cukup jauh. Namun, di sisi lain, jumlah nasabah aset kripto 14,6 juta pada Juni 2022 tersebut lebih banyak dari nasabah saham 9,11 juta. Hal itu menunjukkan, perdagangan aset kripto akan mampu bersaing dengan perdagangan saham.
Hadir pula pendiri Nusantarachain Robin Syihab dan sebagai moderator Pemimpin Redaksi Portalkripto Iqbal Lazuardi. Seminar dihadiri 80 peserta baik secara langsung maupun secara daring. (lela; foto humaskemendag)