SINMETA.CO.ID, Jakarta – Sejak 7 Oktober, Gaza menjadi medan pertempuran yang mengerikan. Serangan udara Israel terus berlanjut, menewaskan lebih dari 36.500 orang dan melukai lebih dari 83.000 lainnya. Serangan terbaru menghantam sebuah sekolah yang dioperasikan oleh PBB (UNRWA) di Gaza, menewaskan puluhan orang. Israel mengklaim bahwa sekolah tersebut digunakan oleh Hamas sebagai kompleks militer, namun tindakan ini mendapat kecaman keras dari PBB dan berbagai negara, yang menilai serangan tersebut sebagai serangan terhadap warga sipil tak bersalah.
Situasi semakin panas setelah Jenderal Iran, Saeed Abyar, tewas dalam serangan udara Israel di Suriah. Iran, yang telah lama mendukung Hamas, mengancam akan membalas serangan tersebut. Komandan IRGC, Hossein Salami, memperingatkan bahwa Israel akan menanggung konsekuensi berat atas pertumpahan darah ini. Ketegangan antara Israel dan Iran pun meningkat, mengancam stabilitas di seluruh kawasan Timur Tengah.
Dukungan internasional terhadap Palestina pun semakin kuat. Spanyol mengikuti langkah Afrika Selatan dengan mengajukan tuntutan genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga menyatakan bahwa Prancis akan mengakui negara Palestina pada waktu yang tepat. Tekanan ini menunjukkan meningkatnya dukungan politik bagi Palestina di Eropa.
Sementara itu, kontroversi lain muncul ketika laporan menyebutkan bahwa senjata yang digunakan Israel dalam serangan ke sekolah PBB berasal dari perusahaan Amerika Serikat, Honeywell. Hal ini meningkatkan kritik terhadap peran AS dalam konflik ini dan dampaknya terhadap warga sipil di Gaza.
Amerika Serikat sendiri memperingatkan Israel untuk tidak memblokir dana bagi Otoritas Palestina di Tepi Barat. AS menegaskan bahwa runtuhnya Otoritas Palestina akan mengancam stabilitas di wilayah tersebut dan menjadi ancaman keamanan bagi Israel sendiri.
Kondisi di Gaza semakin memburuk dengan krisis kemanusiaan yang mendesak. Serangan terhadap fasilitas PBB menunjukkan betapa rentannya situasi bagi warga sipil. Eskalasi kekerasan ini memerlukan perhatian internasional segera untuk menghindari krisis yang lebih besar dan potensi konflik yang meluas di Timur Tengah.
Dunia kini menanti bagaimana konflik ini akan berkembang, dengan harapan agar perdamaian bisa segera tercapai dan penderitaan warga sipil bisa berakhir.
Oleh: George Kuahaty
Direktur Riset dan Penelitian Indonesia