Sinmeta-, Penting eksistensi daerah kepulauan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan daerah kepulauan merupakan roh sekaligus benteng yang menjaga dan menopang keutuhan NKRI. Demikian hal itu disampaikan Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma dalam Working Group Discussion Forum Daerah Kepulauan dengan tema ‘Daerah Kepulauan dan Upaya Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan’ yang diselenggarakan PT. Tempo Inti Media Tbk di Hotel Menara Peninsula, Jakarta (1/12).

“Kalau kita bicara tentang daerah kepulauan, maka eksistensinya sudah sangat jelas ditegaskan oleh konstitusi. Pasal 25A UUD 1945 menegaskan bahwa NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara, dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan UU”, ungkap Filep Wamafma.

Tentu saja konstitusi tidak sekedar mengatur hal tersebut sebagai utopia, melainkan karena memang nusantara ini terdiri dari 17.000 pulau, dimana 60% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir. “Jadi secara yuridis, konsep daerah kepulauan merupakan amanat Konstitusi”, ujar Filep Wamafma.

Pada kegiatan ini, Filep Wamafma diundang secara khusus sebagai salah satu panelis dalam diskusi yang dihadiri Menteri PPN/Bappenas RI Suharso Monoarfa, Wakil Ketua DPD RI, pejabat Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan 8 Provinsi serta kabupaten kepulauan.

Lebih lanjut, penulis buku Filsafat Otonomi Khusus ini pun menuturkan bahwa dasar yuridis di atas juga diperkuat oleh dasar filosofis dan sosiologis. Filep Wamafma menjelaskan, secara filosofis, terdapat konsep archipelago yakni konsep yang diungkap dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

Selain itu, Deklarasi Djuanda 1957 juga telah menegaskan filosofi ini dengan mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki corak tersendiri. Wilayah laut di kepulauan nusantara merupakan kedaulatan mutlak Indonesia.

“Pada kenyataan secara sosiologis, pembangunan di Indonesia bernuansa alas kontinental, dimana perhitungan DAU dan DAK berfokus pada luas daratan dan jumlah penduduk. Hal ini boleh jadi menyebabkan ada kesenjangan antara pembangunan di wilayah kepulauan dan di wilayah daratan”, terang Filep Wamafma.

Tidak hanya itu. Pola alas kontinental itu menyebabkan wilayah kepulauan seolah terisolir, minim infrastruktur, kesulitan komunikasi, dan jarang menjadi fokus pengembangan. “Inilah yang mendorong saya untuk meminta pengesahan RUU Daerah Kepulauan”, jelas Filep Wamafma lagi.

Oleh sebab itu, selama ini Senator Filep Wamafma mendorong RUU Daerah Kepulauan yang sudah masuk prolegnas dan menjadi hak inisiatif DPD RI ini agar dapat segera disahkan. Hal itu mengingat daerah kepulauan harus diperlakukan secara adil sebagaimana daerah-daerah lain.

“Belum lagi jika kita kaitkan dengan pulau-pulau terluar yang menjadi front defence NKRI. Misalnya Pulau Fani di Papua Barat, atau Pulau Liki, Miossu, Habe di Papua. Pulau-pulau terluar itu sangat kaya lautnya. Namun bagaimana prospek pembangunannya? Menurut saya, seharusnya sebagai batas terluar, pulau-pulau tersebut diperhatikan secara menyeluruh termasuk dengan menerapkan pola pembangunan modern”, Filep Wamafma.

Wakil Ketua Komite I DPD RI ini berharap pemerintah dapat memperhatikan aspirasi daerah kepulauan ini, agar roh ke-Indonesia-an dapat terwujud sepenuhnya.

“Kita negara maritim, berbasis pulau-pulau. Inilah rohnya. Semua daerah kepulauan seharusnya menjadi pokok pembangunan. Aspirasi ini harus didengar pemerintah supaya jangan sampai daerah-daerah kepulauan dianaktirikan. Kalaupun ada hambatan terkait tumpang tindih aturan, saya pikir semua bisa diselesaikan dengan mereview-nya antarlembaga dan kementerian. Semua bisa dilakukan, asal dengan niat tegas untuk memajukan daerah kepulauan”, tegas Filep Wamafma dalam keterangannya. (tjoek; foto humspttempo)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *