Sinmeta-, Papan nama berukuran besar bertuliskan “Soto Ayam Bangkong Samping Kantor Pos Bangkong” nampak jelas terlihat dari perempatan Bangkong, atau sekitaran 1,5 kilometer ke timur dari arah Simpang Lima, Semarang. Nah … tepat disamping papan nama tersebut, Pak Sholeh Soekarno (96) dan keluarganya berjualan Soto.

Soto Bangkong telah berdiri sejak tahun 1950 itu, berawal dari perjuangan selama sepuluh tahun lebih Pak Sholeh berjualan Soto Pikul. Sejauh sekitar limakilometer, dari Pasar Langgar hingga Pasar Peterongan pulang-pergi, Pak Sholeh kala itu berjalan kaki memikul angkring bambunya.

Soto Ayam Bangkong Pak Sholeh

Pak Sholeh berjualan berangkat dari rumah mikul soto mulai jam 7 pagi hingga jam 5 sore, dan paling ramai di samping kantor pos ini, sejak dahulu. Jadi sudah lebih dari 60 tahun dirinya merintis usaha warung soto miliknya itu sampai sekarang.

Soto Bangkong adalah salah satu dari rumah makan di Semarang yang menyajikan Soto sebagai menu utamanya. Nama Bangkong diambil dari nama tempat dimana rumah makan ini didirikan untuk pertama kali yaitu di perempatan Jl. A. Yani, Jl. MT Haryono dan Jl. Brigjen Katamso yang biasa disebut Bangkong.

Dalam perkembangannya Soto Bangkong tidak hanya ada di Semarang, karena telah membuka cabang di berbagai kota di Jawa.

Wajahnya selalu penuh senyum. Lihat juga penampilannya. Memakai peci hitam, kemeja lengan pendek, celana panjang bercelemek seperti seorang chef dengan sabuk melingkar diperut yang selalu menjadi ciri khas bapak lima anak itu.

Soto Ayam Bangkong Pak Sholeh

Walaupun telah lanjut usia Pak Soleh dengan dibantu beberapa karyawannya tetap setia menjalankan usahanya. Bahkan, telah membuka warung cabang. Selain beberapa cabang di dalam kota juga hingga cabang di Jakarta dan Bandung. “Ya, kalau kesel, saya istirahat. Sekarang wis tuwo, cepet kesel,” katanya dengan senyum.

Makanan yang disajikan di warung Soto Bangkong ini utamanya adalah soto ayam. Soto Bangkong yang disajikan sekilas terlihat sama dengan soto-soto ditempat lain tapi jika dirasakan yang menentukan perbedaan dan kelezatannya adalah rasa kuahnya yang gurih. Walaupun begitu, bagi Pak Sholeh yang terpenting adalah rasa suka dan cocok yang menjadikan pelanggannya mau datang lagi.

“Sejak dulu tidak ada resep khusus atau resep rahasia, bumbunya sama dengan soto yang lain. Yang penting bumbunya pas dan pembeli jadi kangen datang lagi. Ibaratnya, warung ini pohon, kalau dirawat dikasih pupuk yang baik pasti akan berkembang”, ujar Pak Soleh.

Soto Ayam Bangkong Pak Sholeh

Selain Soto Bangkong, ada juga Ayam Goreng dan Garang Asem sebagai menu pilihan lain. Namun pelanggan biasanya datang, kebanyakan tentu saja untuk menyantap Soto Bangkong atau Soto Ayam.

Dan sebagai pendamping makan soto, disediakan Sate Ayam, Sate Kerang, Sate Telor Puyuh, Empal, Perkedel dan berbagai variasi minuman panas dan dingin.

Dirintis dari etalase kecil dengan menjual lauk ibarat hanya sebanyak Tiga Ayam, Tiga Telur, dan Tiga Ikan yang pelanggannya dulu hanya pegawai dan karyawan kantor. Kini, pelangggannya cukup beragam, termasuk pejabat kota, pejabat provinsi hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla pada beberapa tahun yang lalu pernah datang berkunjung untuk mencicipi kuliner legendaris ini. (ks/tama; fotohsbs)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *