Sinmeta-, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kunjungan kerja di Medan mengingatkan meski beragam manfaat datang dari pariwisata, di balik itu ada upaya perlindungan anak yang harus dikencangkan.
“Di tengah dampak postif dari sektor pariwisata ada beberapa dampak negatif yang perlu kita waspadai, salah satunya kerentanan anak untuk mendapatkan kekerasan maupun eskploitasi. Maka, upaya perlindungan khusus anak dalam sektor pariwisata menjadi penting,” tegas Bintang Puspayoga dalam acara Pembukaan Forum Nasional Perlindungan Anak Ke-V dengan tema “Mewujudkan Desa dan Destinasi Wisata Ramah Anak serta Bebas Eskploitasi” di Medan (8/9).
Jadi perlunya kewaspadaan tersebut didukung oleh hasil penelitian ECPAT dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada tahun 2019, yang menyatakan bahwa daerah tujuan wisata rentan terhadap fenomena pekerja anak dan eksploitasi terhadap anak, diantaranya eksploitasi seksual. Dan anak yang bekerja memiliki kerentanan lebih besar untuk menjadi korban bentuk-bentuk perlakuan salah dan kekerasan, tambah Menteri PPPA.
Berbagai upaya telah dilakukan KemenPPPA untuk merespon dan mencegah terjadinya kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap anak di destinasi wisata.
“Upaya yang kami lakukan dimulai dari akar rumput, salah satunya dengan menginisiasi penyusunan Panduan Wisata Perdesaan Ramah Anak Bebas Eksploitasi pada tahun 2019”, ujar Bintang Puspayoga.
Kemen PPPA juga bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Hadirnya model DRPPA ini diharapkan dapat menjadi contoh pembangunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak secara riil dan terintegrasi di tingkat akar rumput.
“Pada tahun ini, Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga telah disahkan. Pada korban anak, UU ini mengisi kekosongan hukum yang ada dan menjadi pelengkap Undang-Undang tentang Perlindungan Anak”, jelas Bintang Puspayoga.
Di ingatkan kembali oleh Bintang Puspayoga bahwa memberikan perlindungan yang optimal bagi anak-anak di manapun mereka berada adalah tugas bersama. Dibutuhkan sinergi lintas sektor dan pemangku kepentingan, baik itu pemerintah pusat hingga desa, akademisi dan professional, media masa, dunia usaha serta masyarakat.
Kolaborasi dan sinergi juga ditekankan oleh Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Pusat, Arist Merdeka Sirait. Menurutnya, ada banyak persoalan anak diSumatera Utara yang memerlukan komitmen bersama baik dalam penegakan hukum maupun perlindungan.
“Banyak anak yang hidup dalam situasi buruk. Masih bisa kita lihat bahwa anak terpaksa bekerja di jalanan, dan ada juga anak-anak berada di tempat hiburan yang dieksploitasi oleh kepentingan-kepentingan orang sekitar anak. Kalau ini dibiarkan maka hancurlah masa depan anak-anak kita. Maka dibutuhkan komitmen bersama memutus mata rantai kekerasan terhadap anak”, tegas Aris Merdeka Sirait. (lela; foto humaskemenpppa)