Sinmeta-, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, menyambut baik pembentukan gugus tugas Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), dan mendukung percepatan penyelesaian RUU PPRT menjadi UU PPRT. Karena pengesahan RUU PPRT menjadi UU PPRT ini bertujuan menciptakan hubungan industrial yang kondusif tanpa diskriminasi antara pekerja rumah tangga dan pengusaha.
Demikian mengemuka saat Rapat Konsinyering dan Focus Group Discussion (FGD) Gugus Tugas RUU PPRT yang digelar Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, bertajuk Mencari Titik Temu Dalam Percepatan Pembentukan RUU PPRT, di Jakarta (30/8).
“Bersama Kementerian lain dan DPR, Kemnaker memiliki keinginan yang sama untuk dapat mempercepat RUU PPRT ini menjadi Undang-Undang, untuk memberikan pelindungan bagi tenaga kerja informal khususnya pekerja rumah tangga dengan tetap memperhatikan kondisi sosial masyarakat dan peraturan perundang-undangan lainnya”, kata Ida Fauziyah.
Pelindungan PRT tidak akan terwujud tanpa sinergi dari semua pihak. “Pelindungan PRT tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah namun menjadi tanggung jawab kita semua termasuk tanggungjawab lingkungan di mana PRT tersebut bekerja”, ujar Ida Fauziyah.
Sejatinya pemerintah, lanjut Ida Fauziyah, telah membuat regulasi melalui Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang PPRT. Namun adanya RUU PPRT dinaikkan statusnya menjadi Undang-Undang ini, menjadi sangat penting dan sangat efektif untuk memberikan pelindungan dan payung hukum yang lebih kuat lagi bagi PRT.
Saat ini masih banyak ditemukan masalah yang dialami PRT. Di antaranya jam kerja PRT lebih lama dari pekerja umum, di mana sebanyak 63 persen PRT bekerja 7 hari seminggu. Selain itu, PRT tidak memiliki perjanjian yang jelas atau kontrak kerja, serta kurangnya jaminan sosial dan pelindungan asuransi bagi PRT.
Sedangkan, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyebut RUU PPRT yang berisi 12 Bab dan 34 pasal itu, bukan lagi ranah privat, melainkan sudah masuk area publik. Sebab secara hukum kata “perlindungan” memiliki dua esensi.
Pertama, seseorang itu mendapatkan hak yang semestinya ia dapatkan. Kedua, dia melaksanakan kewajiban itu tanpa paksaan apapun atau tanpa suatu tekanan. “Karena itu ketika diberi judul perlindungan PRT, maka mau tidak mau, suka tidak suka, ini ada adalah aspek hukum private yang berdimensi public”, pungkas Edward Omar Sharif Hiariej. (tjoek; foto humaskemenaker)