Sinmeta-, Inilah upaya menghadirkan layanan pengobatan yang presisi bagi masyarakat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan meluncurkan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi) di Gedung Eijkman RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (14/8). Sekaligus program inisiatif nasional pertama yang dibuat oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin guna mengembangkan pengobatan yang lebih tepat bagi masyarakat.
Dalam implementasinya, BGSi dilaksanakan di tujuh rumah sakit vertikal yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono, RSPI Sulianto Saroso, RSUP Persahabatan, RS Kanker Dharmais, RSUP Sardjito, hingga RS Prof I.G.N.G. Ngoerah.
Saat ini hanya terdapat 12 mesin WGS di Indonesia. Untuk mendukung berjalannya BGSi, Kemenkes menambah 48 mesin yang akan disebar di berbagai rumah sakit rujukan nasional yang terlibat dalam BGSi yang dilengkapi dengan mesin-mesin sequencing high throughput yang mampu memproses ratusan sampel genom manusia per minggu. Target dalam dua tahun kedepan, ada 10 ribu genome sequences manusia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genome dari populasi penduduk Indonesia yang memiliki penyakit prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.
Lantas seperti apa caranya ?. Yakni dengan mengandalkan teknologi pengumpulan informasi genetik (genom) dari manusia maupun patogen seperti virus dan bakteri atau bisa disebut dengan Whole Genome Sequensing (WGS). Dan pengembangan WGS ini, kata Menkes sejalan dengan transformasi bioteknologi dalam aktivitas bio surveillance dan layanan kesehatan yang ditujukan dalam peningkatan deteksi patogen dan memperbaiki pengobatan.
Dan perlu diketahui, sebelumnya, metode WGS sendiri telah dimanfaatkan dan berperan penting dalam penanggulangan Covid-19 di Indonesia. “Teknologi ini sangat penting untuk kesehatan masyarakat ke depan. Melalui bioteknologi genome sequensing ini, kemampuan kita untuk mengidentifikasi sumber penyakit dan mengobatinya akan sangat pasti dan personal”, ungkap Budi Gunadi Sadikin.
“Bagusnya kita tahu secara pasti diagnosis dan perawatannya. Contohnya sakit batuk, walaupun gejalanya sama namun di setiap orang sakitnya bisa berbeda-beda. Dengan adanya BGSi ini, kita bisa identifikasi lebih cepat sakitnya apa, sehingga bisa segera kita obati”, lanjut Budi Gunadi Sadikin.
Melalui BGSi, metode WGS akan dimanfaatkan untuk penelitian pengembangan pengobatan pada enam kategori penyakit utama lainnya, yaitu kanker, penyakit menular, penyakit otak dan neurodegeneratif, penyakit metabolik, gangguan genetik, dan penuaan.
“Mudah-mudahan melalui inisiatif yang futuristik ini akan mempercepat indeks pembangunan manusia kita”, harap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi.
Berdirinya BGSi ini juga tidak lepas dari peran dan dukungan para donatur, seperti The Global Fund, Panin Bank, Biofarma, dan East Ventures, serta melibatkan kolaborator yang terdiri dari Illumina, BGI, Oxford Nanopore Technologies, dan Yayasan Satria Budi Dharma Setia.
Tak berhenti sampai disini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang turut hadir dalam peluncuran BGSi mendorong agar inisiatif baik ini terus ditingkatkan dan diperluas melalui kerja sama dengan investor teknologi dari negara lain.
“Ini merupakan hasil kunjungan kita ke Tiongkok 7 bulan lalu hasil kerjasama dengan Beijing Genomic Institute, dan hari ini sudah mulai kita implementasikan di Indonesia. Kerja sama itupun kita kembangkan dengan negara lain seperti Abu Dhabi dengan G42 maupun Amerika Serikat dengan US Davis University”, pungkas Menko Marves. (yap/tjoek; foto humaskemenkes)