SINMETA.CO.ID, Yogyakarta – Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, kembali menunjukkan aktivitas vulkanis yang cukup signifikan. Berdasarkan laporan dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada periode pengamatan Selasa (8/10/2024) pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB, tercatat 13 kali guguran lava pijar mengarah ke Kali Bebeng.
“Teramati 13 kali guguran lava ke arah Kali Bebeng (barat daya) dengan jarak luncur maksimum 1.700 meter. Suara guguran tiga kali dengan intensitas sedang terdengar dari Pos Babadan,” ujar Kepala BPPTKG Agus Budi Santosa dalam keterangan resminya pada Selasa (8/10/24).
Selain itu, suara guguran terdengar sebanyak tiga kali dengan intensitas sedang dari Pos Babadan, mengindikasikan aktivitas kegempaan yang masih cukup aktif. Dari segi visual, kondisi cuaca di sekitar gunung terpantau berawan hingga mendung, dengan suhu udara berkisar antara 16,2 derajat celsius hingga 20 derajat celsius dan kelembapan udara mencapai 95-99%. Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas sedang, membumbung setinggi 100 meter di atas puncak kawah.
Dari segi kegempaan tercatat 38 kali gempa guguran dengan amplitudo 4-21 mm dan durasi 41,92-164,36 detik selama periode pengamatan tersebut. Aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini masih berada pada level III (siaga), dengan potensi bahaya berupa guguran lava dan awan panas terutama pada sektor selatan hingga barat daya, mencakup Sungai Boyong, Bedog, Krasak, dan Bebeng hingga sejauh 7 kilometer.
“Di sektor tenggara, ancaman berada di sepanjang Sungai Woro dengan jarak maksimal 3 kilometer serta Sungai Gendol sejauh 5 kilometer,” lanjutnya.
BPPTKG merekomendasikan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di zona potensi bahaya. Selain itu, masyarakat diminta tetap waspada terhadap potensi lahar dan awan panas guguran, terutama saat hujan terjadi di sekitar puncak Gunung Merapi. Antisipasi terhadap abu vulkanik juga diharapkan, karena dapat mengganggu aktivitas harian dan kesehatan warga sekitar.
Suplai magma yang masih berlangsung terus dipantau karena berpotensi memicu terjadinya awan panas. Jika ada perubahan aktivitas yang signifikan, tingkat aktivitas Merapi akan segera ditinjau kembali oleh pihak berwenang.