SINMETA.CO.ID, Merauke – Dugaan mengenai penggunaan ijazah dengan legalisir palsu mencuat terhadap calon Wakil Gubernur Papua Selatan, Petrus Safan. Ijazah tersebut diduga tidak sah setelah ditemukan sejumlah kejanggalan, termasuk ketiadaan tanggal dan tahun pada legalisir dokumen tersebut.
Petrus Safan, yang mengklaim sebagai lulusan Sarjana Ekonomi (SE) dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) ADHY NIAGA dengan Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) 0370342661, diduga memalsukan dokumen akademiknya. Berdasarkan penelusuran di laman resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD DIKTI), ditemukan bahwa Safan terdaftar sebagai mahasiswa tahun 2005 namun tidak dinyatakan lulus. Ini bertentangan dengan informasi pada ijazah yang mencantumkan tanggal kelulusan 6 November 2007.
Selain itu, masa studi Safan hanya dua tahun, yang bertentangan dengan aturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang menetapkan masa studi minimal empat tahun untuk program sarjana. Perlu diketahui, STIE ADHY NIAGA sendiri telah ditutup sejak tahun 2015 oleh kementerian terkait karena kasus jual beli ijazah.
Damuri, seorang penggiat dan pemerhati pendidikan di Papua, dalam suratnya kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi, menyampaikan keprihatinannya atas isu ini. “Legalisir pada ijazah Petrus Safan jelas-jelas palsu. Tidak adanya tanggal dan tahun pada cap legalisir merupakan indikasi kuat adanya pemalsuan,” ungkapnya. Lebih lanjut, Damuri menjelaskan bahwa STIE ADHY NIAGA, yang sudah dinonaktifkan, seharusnya tidak bisa lagi melakukan legalisir. Proses legalisir, jika sah, harus melalui Kementerian DIKTI, bukan dibuat seolah-olah masih dilakukan oleh lembaga pendidikan yang telah ditutup.
Damuri juga menyoroti sejumlah kriteria yang harus dipenuhi untuk menjamin keabsahan legalisir ijazah, seperti adanya nilai per semester, Indeks Prestasi (IP), dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), serta nomor seri ijazah yang terdaftar. “Namun, berdasarkan penelusuran di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2 DIKTI) Wilayah IV Bandung, data tersebut tidak ada untuk Petrus Safan. Damuri sudah melakukan klarifikasi dan pihak L2 DIKTI Wilayah IV Bandung membenarkan akan akan hal itu. Oleh karenanya ijazah tersebut tidak mungkin bisa dilegalisir secara sah,” tambahnya.
Atas dasar ini, Damuri mendesak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Papua Selatan untuk segera mendiskualifikasi Petrus Safan dari pencalonannya. “Jika Petrus Safan tetap diloloskan dalam pencalonan, ini akan menjadi aib besar bagi penyelenggaraan pemilu pertama di Papua Selatan. Legalitas ijazah merupakan salah satu syarat penting dalam proses administrasi, dan pelanggaran ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Damuri.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan terkait ijazah palsu di Indonesia, yang tidak hanya merusak integritas akademik tetapi juga memengaruhi kredibilitas proses pemilu. Masyarakat Papua Selatan kini menunggu tindak lanjut dari KPUD dan BAWASLU untuk menegakkan aturan dan menjaga integritas pemilu di daerah tersebut.