SINMETA.CO.ID, Jakarta – DPR mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi dan melakukan evaluasi sumber daya manusia (SDM) di lembaga-lembaga siber negara. Desakan ini muncul lantaran data pribadi aparatur sipil negara (ASN) diduga bocor, akibat peretasan yang dilakukan oleh hacker anonim ‘TopiAX’.
“Dunia siber memerlukan orang-orang yang kompeten. Lembaga PDP (perlindungan data pribadi), dan juga dalam hal ini BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) harus diisi oleh orang-orang yang mumpuni juga andal dalam pelindungan data pribadi dan keamanan-ketahahan siber,” ujar Anggota Komisi I DPR Sukamta kepada wartawan, Selasa (13/8/2024).
Karena itu, Sukamta mendesak Pemerintah untuk segera membentuk lembaga atau Otoritas Perlindungan Data Pribadi (OPDP) sebagaimana amanat UU Nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Peraturan ini sangat penting melihat dalam kurun waktu berdekatan Indonesia terus mengalami kebocoran data.
“Aturan itu penting karena semakin banyaknya kasus kebocoran data, dan juga karena tenggat waktu ketentuan peralihan yang diberikan oleh UU PDP selama 2 tahun sejak UU tersebut disahkan 17 oktober 2022. Artinya, waktu tinggal 2 bulan untuk membentuk lembaga tersebut,” jelas Sukamta.
Dia mengingatkan, dunia teknologi saat ini terus berkembang pesat. Sukamta menilai, sudah seharusnya Indonesia memiliki kebijakan atau regulasi yang mengatur tentang keamanan dan ketahanan siber (KKS), sehingga ada sanksi dan efek jera bagi penjahat siber.
“Karena teknologi terus berkembang dalam hitungan detik. Para penjahat siber terus mengupdate teknologi kejahatannya. Sejak dulu hingga sekarang kami terus mendorong dibentuknya regulasi tentang keamanan dan ketahanan siber (KKS). Saya kira kita sudah sangat butuh dengan RUU KKS. UU PDP kita sudah punya, tinggal RUU KKS yang perlu kita bahas,” ungkap Sukamta.
Data-data ASN yang diretas diketahui ditawarkan hacker di BreachForums, sebuah forum jual-beli hasil peretasan, seharga US$ 10.000 atau sekitar Rp 160 juta. Peretas mengklaim mendapatkan data dari BKN sejumlah 4,759 juta baris.
Data itu berisi, antara lain tempat dan tanggal lahir, gelar, tanggal calon pegawai negeri sipil (SK CPNS), tanggal PNS, nomor induk pegawai negeri sipil (NIP), nomor surat keputusan, nomor surat PNS, golongan, jabatan, instansi, alamat, nomor identitas, nomor telepon, email, pendidikan, jurusan, dan tahun lulus.
Dia meminta agar pemerintah segera menindaklanjuti kebocoran data ASN itu. Sukamta mengatakan, banyaknya kasus kebocoran data negara, seharusnya menjadi warning bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap sistem keamanan siber Indonesia.
“Kebocoran data ASN ini perlu segera ditindaklanjuti dengan audit digital forensik untuk mengetahui dari mana sumber kebocoran ini, bagaimana dampaknya, dan siapa yang harus bertanggung jawab,” ucapnya.
Sukamta juga meminta agar BSSN bekerja dengan serius untuk memastikan bahwa semua lubang keamanan telah ditemukan dan diperbaiki. Terutama, karena masalah ini tak berselang lama dari kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Belum lagi kebocoran-kebocoran data yang dialami kementerian atau lembaga lainnya, seperti Inafis Polri hingga Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang menjadi korban hacker bernama MoonzHaxor di situs BreachForums.
“Jelas sekali sistem keamanan siber kita masih jauh dari harapan. Dibutuhkan intervensi yang sangat kuat dan komitmen serius pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kebocoran data di masa waktu yang akan datang,” pungkas Sukamta.