SINMETA.CO.ID, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengonfirmasi bahwa fenomena El Nino akan mulai netral dan berganti dengan La Nina mulai Juni-Juli 2024.
Meskipun begitu, fenomena La Nina diperkirakan lemah. Dilansir dari laman BMKG, saat La Nina, sebagian besar wiayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan sebanyak 20-40% pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON).
Sementara itu, pada periode Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) sebagian wilayah barat Indonesia mengalami peningkatan curah hujan karena pengaruh angin monsun.
Namun demikian bukan diartikan tidak ada kemarau sama sekali, hanya saja terjadi peningkatan curah hujan dalam periode tersebut sehingga seringkali disebut sebagai kemarau basah.
Dengan demikian, musim kemarau bakal menghantui sejumlah daerah di Indonesia sehingga BMKG dan pihak terkait lainnya tengah mempersiapkan langkah antisipasi.
Dwikorita menekankan pentingnya optimalisasi operasi modifikasi cuaca dalam menghadapi kerawanan kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini disampaikan dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Dalam rangka menghadapi ancaman kekeringan dan kebakaran hutan serta lahan (karhutla), Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menggelar Rapat Koordinasi yang dipimpin oleh Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto.
Dalam paparan yang disampaikan oleh Dwikorita, diperkirakan kekeringan akan mendominasi wilayah Indonesia mulai Juni hingga September 2024. BMKG menekankan pentingnya optimalisasi operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengatasi kekeringan dan risiko karhutla.
“Data menunjukkan beberapa lokasi mengalami hari tanpa hujan selama 31-60 hari, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan. Modifikasi cuaca diperlukan di zona-zona berwarna coklat [curah hujan rendah, kurang dari 20 mm], terutama di Sumatra, Jawa, dan NTT, mulai Juni hingga September” Kata Dwikorita pada Rakor tersebut, dilansir dari keterangan resmi, Selasa (4/6/2024).
Menurutnya, BMKG memprediksi awal musim kemarau 2024 sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau dalam tiga bulan ke depan. Pada Juni, musim kemarau diperkirakan akan melanda sebagian besar Pulau Sumatra, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku bagian Kepulauan Aru dan Tanimbar, serta Papua dan Papua Selatan.
“Oleh karena itu, perlu adanya penguatan kapasitas modifikasi cuaca nasional, termasuk infrastruktur, sumber daya manusia dan dukungan dari berbagai kementerian/lembaga,” tambahnya.
Potensi kebakaran di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara cukup tinggi dengan beberapa titik panas yang terdeteksi. Koordinasi dan dukungan semua pihak sangat penting untuk mengatasi tantangan ini.
“Sebelum memasuki puncak musim kemarau, kita akan melakukan penyemaian awan dan menurunkan hujan melalui teknologi modifikasi cuaca [TMC]. Dilaporkan ada enam provinsi prioritas yang sudah direncanakan untuk melakukan TMC, termasuk laporan dari seluruh provinsi yang sudah menjadi target pelaksanaan TMC” ujar Menkopolhukam Hadi Tjahjanto pada rakor tersebut.