Sinmeta-, Aturan Kementerian Agama (Kemenag) yang mewajibkan seluruh calon jemaah umrah dan jemaah haji untuk ikut serta dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai syarat menunaikan ibadah umrah atau haji sangat memberatkan masyarakat.
Anggota DPD RI dari Kalimantan Tengah Muhammad Rakhman menganggap ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1456 Tahun 2022 tentang Persyaratan Kepesertaan JKN dalam Penyelenggaraan Perjalanan Umrah dan Haji Khusus yang berlaku 31 Desember lalu semakin membebani masyarakat.
Pasalnya, setiap calon jemaah yang akan menunaikan ibadah ke tanah suci Makkah sebelumnya telah membayar asuransi yang nominalnya tidak sedikit.
“Sebelum berangkat jemaah ini sudah disuruh bayar asuransi hampir Rp100 ribu lebih, sekarang disuruh lagi ikut JKN. Padahal kalo ada jemaah yang meninggal di tanah suci, (JKN) belum tentu bisa cepat diklaim”, kata Muhammad Rakhman.
Selain itu, aturan tersebut juga terkesan sebagai bentuk pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap warga negaranya. Sebab menurutnya, tidak ada hubungannya antara calon jemaah haji dan umrah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.
“Saya secara pribadi menolak. Ini semacam ada pemaksaan bahwa orang harus ikut BPJS. Ini seakan-akan memeras jemaah haji dan umrah harus ikut BPJS kesehatan. Sementara JKN gak akan bisa berguna di Saudi Arabia dan jemaah juga tidak bisa memanfaatkannya di sana”, tutur Muhammad Rakhman.
Untuk itu, Muhammad Rakhman mendesak pemerintah segera mencabut aturan yang sudah diterapkan tersebut agar tidak memberatkan calon jemaah haji dan umrah ke depan, mengingat tidak semua calon jemaah mengerti dan paham tentang JKN.
“Kepada saudara menteri, jangan menambah beban-beban lagi lah untuk jemaah ini. Sudah saat ini harga umrah terus melonjak, ini lagi buat keputusan seenaknya”, tegas Muhammad Rakhman. (tjoek; foto humasdpdri)