Sinmeta, – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bersama Kementerian Perdagangan melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Penyaluran Skema (PKS) Subsidi Resi Gudang (SSRG) di Jakarta (22/11) dengan sembilan bank penyalur Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG). Sebagai tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.05/2021 tentang SSRG.
“Penandatanganan PKS pembiayaan SSRG adalah salah satu upaya konkret bersama untuk menciptakan fundamental sektor riil yang kuat serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan berkelanjutan”, jelas Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko.
Penandatangan tersebut juga dapat menjadi salah satu bentuk sinergi untuk melakukan edukasi mengenai pemanfaatan SRG dengan pola subsidi SSRG. Tentu saja ini menjadi respons adaptif terhadap perubahan kondisi dan kebutuhan para pelaku usaha di SRG.
Penandatanganan PKS dilakukan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan Pasar Lelang Komoditas (PLK) Bappebti Widiastuti selaku Kuasa Pengguna Anggaran SSRG dengan para Pemimpin Bank Penyalur SSRG meliputi Bank Sumsel Babel, Bank Lampung, Bank BRI, Bank BNI, Bank BJB, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank Kalsel, dan Bank Sulselbar.
Sementara itu dari pihak bank penyalur, yang melakukan penadatanganan adalah Direktur Utama Bank Kalsel Hanawijaya; Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI Amam Sukriyanto; Direktur konsumen Ritel dan Usaha Syariah Bank Jatim Arief Wicaksono; Pemimpin Bagian Kredit UMKM Bank Sumsel Babel Ahmad Ardiansyah; Kepala Divisi Mikro Bank Lampung Achmad Karulie Syahrie; dan Vice President Small Business and Program BNI I Nyoman Astiawan. Selanjutnya Pemimpin Divisi Kredit UKM BJB Denny Mulyadi; Kepala Divisi Ritel dan UMKM Bank Jateng Siti Ulfah; Pemimpin Departemen Ritel Bank Sulselbar Siti Muthmainnah. Adapun dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), telah dilakukan penandatanganan pada Oktober lalu.
Dengan demikian, terdapat 10 lembaga perbankan yang telah menjadi penyalur SSRG. Didid menyampaikan apresiasi kepada rekan-rekan di Kementerian Keuangan yang telah ikut aktif dalam mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG sebagai sistem pembiayaan perdagangan sehingga terbitlah PMK terkait SSRG tersebut.
Tidak hanya itu, tapi juga berlanjutnya pengalokasian anggaran dan lancarnya pembayaran tagihan subsidi yang diajukan bank penyalur. Hal-hal tersebut tentunya tidak lepas dari peran aktif rekan-rekan di Kementerian Keuangan.
Didid Noordiatmoko juga mengapresiasi Bank Indonesia (BI) yang selalu aktif bersama-sama Bappebti mencari terobosan mengoptimalkan pemanfaatan SRG sebagai instrumen pemberdayaan UMKM serta salah satu instrumen pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah.
Lebih lanjut, Didid Noordiatmoko mengharapkan dukungan dari semua pihak untuk dapat bersama-sama mengefisiensikan, baik biaya maupun waktu penyaluran SSRG, kepada petani dan pelaku usaha produktif lainnya yang menjadi sasaran penerima subsidi ini.
“Apabila biaya yang dikeluarkan dan waktu proses pencairan yang ditanggung debitur itu sama dengan kredit program lain, SSRG ini akan menjadi kurang menarik”, tutur Didid Noordiatmoko.
Sementara Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan PLK Widiastuti menyampaikan, penandatanganan PKS pembiayaan SSRG adalah salah satu langkah awal untuk membantu petani dan usaha kecil menengah mengakses pembiayaan resi gudang dengan beban bunga atau margin yang ringan dan terjangkau.
Widiastuti menegaskan, hadirnya SRG di Indonesia memperluas fungsi gudang. Tidak lagi hanya sebagai sarana penyimpanan komoditas, namun juga sebagai sarana pembuka akses pembiayaan bagi pemilik barang. Praktik pembiayaan terhadap barang yang disimpan (inventory financing) memang bukan hal baru di Indonesia, namun SRG memperluas akses pembiayaan. Yang semula hanya melibatkan tiga pihak dalam suatu perjanjian kerja sama (collateral management agreement) menjadi bersifat umum, lebih luas, dan dapat diakses langsung pelaku usaha kecil, seperti petani dan usaha kecil menengah (UKM).
Pelaksanaan SSRG pertama kali dilakukan pada 2009 berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2009 tentang Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) dengan peraturan pelaksanaan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66/M-DAG/PER/12/2009 tentang Pelaksanaan Skema Subsidi Resi Gudang. Pada Desember 2021, PMK terkait SSRG telah direvisi dengan PMK No.187/PMK.05/2021.
“Terdapat perbaikan substansi pada PMK yang baru ini, seperti pemberian subsidi margin untuk kredit syariah, penambahan plafon pembiayaan hingga Rp500 juta/debitur/tahun, penerima kredit usaha rakyat dapat mengajukan SSRG, serta hal-hal lain yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan SSRG”, ungkap Widiastuti.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 389/KMK.02/2022, terdapat pengalihan KPA. Dari yang semula adalah Direktur Sistem Manajemen Investasi Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan menjadi Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan SRG dan PLK pada satuan kerja Bappebti Kementerian Perdagangan.
“Hal inilah yang mendasari penyesuaian PKP atau penandatanganan kembali PKS pembiayaan SSRG antara kami selaku KPA dengan bank penyalur SSRG pada hari ini. Dengan demikian, bank penyalur dapat menjalankan kegiatan penyaluran subsidi resi gudang dengan optimal, tepat guna, serta tepat sasaran”, jelas Widiastuti.
Peningkatan partisipasi pelaku usaha dan kelembagaan di bidang SRG tentu juga berdampak langsung kepada nilai pemanfaatan SRG yang dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan positif.
Berbasiskan sistem informasi resi gudang yang dikelola PT Kliring Berjangka Indonesia selaku pusat registrasi SRG, penyaluran pembiayaan resi gudang melalui SSRG secara kumulatif tercatat Rp.510,3 miliar atau 31,27 persen dari total pembiayaan resi gudang. Nilai itu menempati posisi kedua setelah pembiayaan non-bank yang tercatat Rp746,76 miliar (45,76 persen).
“Kemudian penyaluran pembiayaan oleh bank dengan skema komersil senilai Rp374,92 miliar (22,97 persen) dan pembiayaan dengan pola syariah Rp2,2 miliar (0,14 persen). Perlu kami sampaikan apresiasi juga kepada Bank BSI yang telah menjadi bank penyalur SSRG berbasis Syariah. Walaupun termuda atau kurang lebih 1,5 bulan, BSI telah menyalurkan pembiayaan Rp2,8 miliar,” ungkap Widiastuti.
Ditambahkan oleh Widiastuti, nilai pembiayaan berbasis SRG juga mengalami peningkatan. Penyaluran pembiayaan resi gudang (secara keseluruhan, tidak hanya subsidi) dalam kurun waktu 2019–2021 terus mengalami pertumbuhan yang positif. Tercatat, penyaluran pembiayaan pada 2021 sebesar Rp.356,64 miliar meningkat lima kali lipat lebih dibandingkan pada 2019 yang tercatat Rp63,8 miliar.
Bahkan pada 2022 ini, periode Januari hingga 18 November 2022, pembiayaan resi gudang tercatat Rp734 miliar. Nilai tersebut mengalami pertumbuhan dua kali lipat lebih dibandingkan sepanjang 2021 lalu. Peningkatan ini didorong masuknya komoditas gula serta peningkatan transaksi bawang merah dan ikan.
Hingga 18 November 2022, tercatat telah diterbitkan 607 resi gudang oleh 34 pengelola gudang di 28 kabupaten/kota pada sembilan provinsi dengan nilai barang total Rp1,2 triliun. Nilai tersebut terdiri dari 11 komoditas meliputi gabah, beras, rumput laut, lada, kopi, timah, ayam karkas beku, ikan, kedelai, bawang merah, dan gula.
Dari jumlah tersebut, pembiayaan yang disalurkan melalui SSRG sebesar Rp 33,4 miliar yang disalurkan kepada 53 petani/nelayan/UKM, dan lima kelompok tani/gabungan kelompok tani/kelompok nelayan. Diharapkan agar penyaluran subsidi ini dapat berkembang dan berjalan secara optimal, tepat guna, serta tepat sasaran. Hal ini bertujuan agar apa yang telah menjadi target kita bisa tercapai dan penerima SSRG dapat menerima manfaatnya secara optimal, pungkas Widiastuti. (lela; foto humaskemendag)