Sinmeta-, Berbicara tentang potensinya, melansir dari data resmi Badan Wakaf Indonesia (BWI), bahwa nilai total wakaf produktif di Indonesia saat ini mencapai Rp180 triliun per tahun. Sedangkan berdasarkan nilai valuasi tanah wakaf secara keseluruhan, potensinya telah mencapai Rp.2.000 triliun.

Seperti diketahui, istilah wakaf sudah lazim terdengar di telinga masyarakat, namun orang masih belum begitu paham tentang makna sesungguhnya. Ada yang beranggapan wakaf serupa dengan hibah lahan, lantaran banyak wakaf berbentuk tanah yang kerap dibebaskan untuk pemanfaatan sosial terkait aktivitas keagamaan, seperti misalnya pembangunan masjid atau madrasah.

Padahal wakaf terdiri dari beragam jenis yang memiliki manfaat kebaikan sangat luas. Berasal dari kata ‘waqf’ dalam bahasa Arab, yang diterjemahkan kurang lebih sebagai ‘menahan diri’. Wakaf berarti penahanan harta seseorang atau lembaga yang diserahkan zat kekalnya untuk diambil manfaat sebaik-baiknya untuk lingkungan sekitar, kepentingan umum, hingga bangsa dan negara.

Dan salah satu jenis wakaf yang lekat dengan manfaat progresif untuk pemberdayaan umat adalah wakaf produktif. Ini merupakan sebuah metode pengelolaan wakaf yang berorientasi pada pemberdayaan aset-aset terkait agar menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan.

Menariknya, lahan atau tanah sebagai bentuk donasi yang paling sering diwakafkan merupakan bagian dari jenis wakaf ini, yakni berupa harta tak bergerak.

Selain itu, wakaf produktif juga dapat berbentuk harta bergerak melalui pemanfaatan instrumen keuangan sosial syariah dan instrumen integrasi keuangan komersial, seperti misalnya uang, logam mulia, dan bahkan saham.

Terkait dampak berkelanjutan dari pemberdayaan wakaf produktif sendiri bermakna bahwa keuntungan yang didapat bisa digunakan untuk memperbesar skala bisnis, aset wakaf, atau mengembangkannya sebagai program-program kebermanfaatan lainnya.

Dengan semangat transformasi perwakafan nasional yang lebih modern, maka akan mampu memaksimalkan potensi aset-aset terkait untuk mendukung ekonomi nasional, sekaligus memajukan kesejahteraan umat.

Untuk itu, diperlukan tata kelola optimal pada harta yang diwakafkan, yang tidak cukup dari sekadar kemampuan mumpuni para nazhir sebagai manajer wakaf, melainkan juga dukungan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat.

Di Indonesia, potensi wakaf yang besar (mayoritas berupa lahan) dikawal oleh regulasi resmi yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, serta Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.

Kedua peraturan itu menekankan perlunya pemberdayaan wakaf secara produktif untuk manfaat sosial, sekaligus mendorong penguatan ekonomi nasional.

Menurut BWI, Indonesia saat ini telah memasuki era baru perwakafan nasional, yang ditandai dengan tumbuhnya kesadaran kolektif lintas struktur sosial untuk melakukan wakaf berbasis good waqf governance, yakni melalui pemanfaatan teknologi pengelolaan wakaf, diversifikasi donasi harta yang lebih fleksibel, penggunaan cash waqf linked sukuk sebagai instrumen yang aman, serta penguatan sinergi antara keuangan sosial syariah dan komersial.

Terkait pengembangannya di Indonesia, wakaf produktif disebut dapat dikelola untuk mendukung penguatan ekonomi sosial. Sebagaimana dikutip dari webinar nasional virtual “Era Baru Perwakafan Melalui Transformasi Digital dan Penguatan Ekosistem” yang digelar oleh Bank Indonesia, BWI, Masyarakat Ekonomi Syariah, dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia pada awal Mei lalu, terdapat empat langkah penting untuk mentransformasi wakaf produktif menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi bangsa, yakni :

  1. Kemampuan dalam mendesain proyek produktif berbasis wakaf secara utuh serta dapat saling mendukung antara proyek komersial dan proyek sosial.
  2. Kemampuan mendesain manajemen keuangan yang terintegrasi antara instrumen keuangan sosial syariah dan instrumen integrasi keuangan komersial dan sosial syariah, seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) melalui Ritel SWR001 dan SWR002.
  3. Kepatuhan implementasi terhadap ketentuan syariah.
  4. Digitalisasi wakaf yang memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam berwakaf.

Sementara itu, seperti halnya zakat dengan Zakat Core Principle (ZCP), wakaf juga memiliki prinsip-prinsip yang mendorong efektivitas penyelenggaraan, yakni melalui Waqf Core Principles (WCP) sebagai inisiatif bersama antara BWI, Bank Indonesia dan International Research of Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IsDB), yang diformulasikan untuk dua tujuan.

Yaitu : memberikan deskripsi ringkas terkait manajemen pengelolaan wakaf dalam mendukung penguatan ekonomi nasional, serta memberikan metodologi  yang selaras dengan sistem pengawasannya. (lela; foto humaskemendag)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *