Sinmeta-, Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel menjelaskan, masalah perdagangan karbon tidak hanya dibahas antara parlemen dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saja, ini tema besar, ucapnya usai pertemuan Delegasi DPR RI dengan Duta Besar RI untuk Jepang dan Negara Federasi Mikronesia Heri Akhmadi, di KBRI Tokyo, Jepang (1/8).

Rachmat Gobel menyampaikan isu mengenai perdagangan karbon harus dibahas lintas kementerian maupun juga lintas komisi di parlemen. Sebab, menurut politisi Partai NasDem itu, berdasarkan masukan dari investor, selama ini penanganan masalah perdagangan karbon oleh Indonesia cenderung dilakukan kurang terkoordinasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian investasi.

Oleh karena itu, kata Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) tersebut, pihaknya akan segera mendiskusikan persoalan perdagangan karbon dengan kementerian terkait guna mengatasi persoalan yang ada.

Perlu diketahui, Delegasi DPR RI bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang, membahas isu perdagangan karbon (carbon trade), sekaligus mempromosikan Forestry and Other Land Uses (FoLU) Net Sink 2030 serta paradigma baru manajemen kehutanan Indonesia kepada Jepang.

Perdagangan Karbon

Hadir dalam kunjungan Delegasi DPR RI ke Jepang, di antaranya Ketua Komisi IV DPR RI Sudin (Fraksi PDI-Perjuangan), Anggota Komisi IV DPR RI Alien Mus (F-Golkar), Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Hakim Bafagih (F-PAN), Anggota Komisi VI DPR RI Subardi (F-NasDem), Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad (F-Gerindra), serta Anggota Komisi XI DPR RI Charles Meikyansyah (F-NasDem).

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menekankan untuk mendorong perdagangan karbon, maka nilai jual karbon harus ditingkatkan. “Saya mendukung (langkah) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi kalau nilai jual sangat minim, orang akan berpikir lebih baik menebang pohon dari pada menjaga alam”, ujarnya.

Ditegaskan oleh Sudin, pihaknya telah melaksanakan focus group discussion (FGD) di DPR RI guna mencari tahu persoalan perdagangan karbon. “Kami mau tahu di dalamnya ada apa, kewajibannya apa, haknya apa, nilai berapa, ketentuan bagaimana, audit bagaimana. Karena selama ini masalah karbon kami tidak pernah diajak bicara,” jelas politisi PDI-Perjuangan itu.

Duta Besar RI untuk Jepang dan Negara Federasi Mikronesia Heri Akhmadi mengatakan kegiatan perdagangan dalam bidang kehutanan untuk Indonesia dan Jepang memang sangat meningkat, tidak hanya dari produk kayu, tapi juga investasi bidang kehutanan antara lain dalam pengelolaan hutan-hutan Indonesia.

“Apalagi, Jepang-Indonesia sudah sepakat bekerja sama dalam penurunan karbon dunia, sehingga diskusi kali ini untuk memperkenalkan FoLU Net Sink 2030 kepada komunitas Jepang”, kata Heri Akhmadi.

Disampaikan pula oleh Heri Akhmadi, sosialisasi FoLU Net Sink 2030 kepada komunitas Jepang penting, sebab persoalan karbon tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dalam negeri melainkan juga investasi luar negeri.

“Karena itu kami sepakat untuk mengadakan forum ini untuk memperkenalkan FoLU Net Sink 2030 dan akan dilanjutkan juga dengan kerangka kerja sama model dalam penanaman modal di dalam bidang kehutanan”, jelas Heri Akhmadi.

Sementara Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Agus Justianto mengatakan dalam waktu dekat akan segera dibuat Peraturan Menteri LHK sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Selain itu, aturan terkait pungutan atas karbon juga akan diatur melalui peraturan Menteri Keuangan yang akan segera keluar. (azk/sf; humaskbritokyo)

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *