Sinmeta-, Negara hadir untuk menyelesaikan konflik sosial di Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Dan salah satu bentuk kehadiran negara, yakni melalui penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat yang menjadi korban terdampak konflik, demikian dijelaskan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan saat kunjungan lapangan di lokasi konflik dan pengungsian, di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah (25/08).
“Ibu Menteri Sosial, BNPB, dan Dinas Sosial Kabupaten Maluku Tengah sudah mengarahkan bantuan sosial dalam jumlah tidak sedikit kepada para pengungsi Kariuw, dan juga ada santunan ahli waris bagi warga Pelauw. Ini salah satu bukti kehadiran negara dalam memastikan hak-hak dasar warga Indonesia,” jelas Abetnego Tarigan.
Kunjungan lapangan tersebut bersama sejumlah Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden di lokasi konflik dan pengungsian, menindaklanjuti hasil rapat koordinasi penanganan pasca konflik sosial di Pulau Haruku (16/6) lalu.
Pada rakor yang dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah Maluku Tengah tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko tegas menyampaikan, bahwa penanganan pasca konflik sosial di Kecamatan Pulau Haruku yang melibatkan warga negeri (sebutan untuk desa) Kariuw dan Pelauw, tidak bisa ditunda-tunda karena merupakan persoalan kemanusiaan.
Untuk itu, dibutuhkan upaya percepatan rekonsiliasi konflik, dan pemulangan para pengungsi asal negeri Kariuw yang ada di negeri Aboru. Abetnego menjelaskan, salah satu upaya rekonsiliasi konflik, yakni dengan melakukan percepatan penentuan tapal batas desa masing-masing negeri, dan percepatan penetapan Tanah Adat Ulayat Ua Rual menjadi cagar budaya.
“Ini menjadi penting, supaya ke depan tidak ada lagi yang merasa berhak memiliki dan mengelola. Kami (KSP) sudah mendorong kepada pemerintah daerah setempat dan lembaga terkait untuk memberikan atensi soal ini”, ujar Abetnego Tarigan.
Sementara dalam kaitan dengan penanganan terhadap masyarakat yang menjadi korban terdampak, Kantor Staf Presiden telah meminta kepada pemerintah provinsi ikut mengawal pemutakhiran data korban. Berapa jiwa, berapa Kepala Keluarga ini datanya harus jelas.
“Sebab kalau tidak ada data yang akurat, sulit bagi pemerintah pusat untuk menyalurkan bantuan, terutama untuk pembangunan kembali rumah-rumah warga yang rusak”, terang Abetnego Tarigan.
Selain melakukan kunjungan lapangan, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan juga memimpin rapat koordinasi pada level daerah dalam penanganan konflik di Pulau Haruku. Selain itu, juga menggelar diskusi dengan masing-masing perwakilan negeri, dan beberapa tokoh pakar untuk merumuskan resolusi konflik.
Seperti diketahui, konflik sosial di kecamatan Pulau Haruku, kabupaten Maluku Tengah terjadi pada akhir Januari 2022. Konflik dipicu oleh bentrokan antar warga negeri Kariuw dan Pelauw. Kejadian bermula dari aksi warga menggarap lahan yang masih di sengketakan. Selain menimbulkan korban jiwa meninggal dan luka-luka, konflik sosial tersebut juga menyebabkan kerusakan terhadap 211 unit rumah, fasilitas sekolah, dan tanah pertanian. Dan hingga saat ini, 1.243 jiwa masyarakat Kariuw mengungsi, 739 diantaranya berada di negeri Aboru.
Dari pantauan tim Kantor Staf Presiden, ratusan pengungsi tersebut tinggal di hunian sementara yang terbuat dari kayu dan terpal. Dan pada saat musim hujan tergenang air hingga setinggi betis orang dewasa. Beberapa tenda dari terpal juga didirikan untuk sekolah darurat bagi anak-anak pengungsi. (ptb; foto humasksp)