Youth Led Activity Mendesak Pemerintah Buat Regulasi Tegas Rokok Elektronik
Sinmeta-, Belum selesai dunia menghadapi ancaman epidemi tembakau rokok konvensional, kini ancaman baru yaitu rokok elektronik sebagai produk baru adiktif tembakau telah hadir di masyarakat. Oleh karena itu, Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC), koalisi 43 organisasi kaum muda dari 29 kota/kabupaten di Indonesia, membentuk Youth Led Activity sebagai upaya pelibatan kaum muda yang bermakna dalam mengkaji rokok elektronik dan mendesak pemerintah untuk membuat regulasi yang tegas untuk mengatur rokok elektronik sebagai upaya mencegah peningkatan korban ganda produk baru bisnis adiktif.
Di Indonesia berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (2021) jumlah pengguna rokok elektronik usia 15 tahun ke atas meningkat dari 0,3% (480 ribu) pada tahun 2011 menjadi 3,0% (6,6 juta) pada tahun 2021 dan sebanyak 2.8% adalah berusia muda dan berprofesi sebagai pelajar.
Ada sejumlah faktor yang berpotensi memicu lonjakan pengguna rokok elektronik. Diantaranya adalah gencarnya iklan rokok elektronik khususnya di media sosial dan kemudahan membeli rokok elektronik, baik di kedai rokok elektronik, mall, minimarket, hingga penjualan secara daring.
Selain itu, narasi yang dibuat produsen bahwa rokok elektronik membantu berhenti merokok dan jauh lebih sehat dibandingkan rokok konvensional, menggoda orang, termasuk remaja, untuk mencoba mengonsumsi rokok elektronik.
Padahal kenyataannya, menurut Oktavian Denta Eko Antoro, Departemen Penelitian dan Pengembangan IYCTC, rokok elektronik tidak lebih aman dari rokok konvensional karena keduanya memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan dan juga mengancam lingkungan.
Bahkan rokok elektronik kini telah menjadi barang yang digunakan untuk melengkapi rokok konvensional sehingga muncul pengguna ganda (dual user), tambah Denta.
Jordan Vegard Ahar, tim studi kasus Youth Led Activity IYCTC menambahkan bahwa berdasarkan hasil studi kasus dilapangan menunjukkan bahwa responden yang berusia dibawah 18 tahun sebagian besar dilarang dan tidak mendapat izin dari orang tuanya untuk mengkonsumsi rokok elektronik sehingga mereka membeli dan mengonsumsinya secara sembunyi-sembunyi dan atau diluar rumah.
Nyatanya, anak-anak bisa membeli produk rokok elektronik secara bebas di media online. Hal tersebut lantaran saat ini iklan dan promosi rokok elektronik sangat masif di berbagai platform media sosial dan tak jarang dilakukan oleh influencer hingga menjadi daya tarik masyarakat membeli dan menjadikan produk ini normal.
Ir. Agustina Erni, M.Sc Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian PPPA menambahkan bahwa dari data tadi menunjukkan ternyata rokok elektronik bukan cara untuk menyetop karena banyak juga pemula yang mulai dari rokok elektronik. Berarti dia berfikir kalau mau belajar dari rokok elektronik aja dulu biar dampaknya nggak gede. “Nah ada miss informasi ini”, ucapnya.
Drg. Agus Suprapto, M.Kes Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kemenko PMK mengatakan bahwa, “Kemenko PMK bersama Kemenkes, Kemen PPPA, BKKBN, Kominfo berupaya keras mendorong proses penyelesaian revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung zat adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, dimana substansi Revisi PP 109/2012 ini mengatur perbesaran Peringatan Kesehatan Bergambar (Picture Health Warning-PHW), pengaturan rokok elektronik, penjualan rokok batangan, pelarangan iklan, dan penguatan pengawasan”, ucapnya.
Rinaldi Nur Ibrahim, Youth Ranger Indonesia berpendapat bahwa, dirinya sepakat bahwa memang perlu adanya peraturan dari pemerintah untuk membatasi masyarakat dan anak-anak muda agar mereka tidak merasa bahwa rokok elektronik adalah sesuatu yang normal.
“Saya melihat sendiri itu dari datanya, Indonesia memang belum terlalu masif untuk mengatur Iklan, Promosi dan Sponsor rokok elektronik sehingga bisa berpotensi untuk meningkatkan penggunaan rokok elektronik oleh anak muda”, ujar Rinaldi Nur Ibrahim.
Sarno, SST., M.Sc. M. Buss, Ak. CA Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI pun mengatakan bahwa dari sisi kami lebih cenderung bagaimana dengan adanya pengaturan sehingga kita bisa mengendalikan konsumsi rokok agar mencapai derajat kesehatan generasi muda.
Sementara Sakri Sabatmaja, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan, Masyarakat Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa rokok elektronik sudah di atur dalam revisi PP 109/2012, saat ini Kemenkes dan beberapa lembaga terkait sedang akan melakukan roadshow ke kementerian antar lembaga sebagai salah satu syarat izin prakarsa. Setelah itu kami akan melakukan uji publik.
Erlinda, M.Pd., Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Republik Indonesia mencatat Presiden telah mengarahkan seluruh kementerian lembaga untuk mengawal dan menjaga SDM unggul salah satunya melalui kesehatan yang indikatornya adalah menjaga agar anak bangsa tidak terpapar dengan zat adiktif dari rokok konvensional dan rokok elektronik. “Kita sangat komitmen dan mendorong untuk adanya regulasi tentang rokok elektronik melalui revisi PP 109/2012”, ucapnya.
Dalam hasil kajian IYCTC diketahui sudah ada 40 negara melarang rokok elektronik (vape) mulai dari impor, penjualan e-cig (produknya) dan e-liquid, serta penggunaannya. Diantaranya adalah dari negara ASEAN yaitu Thailand, Singapura, Laos, dan Timor Leste. Sementara lainnya ada 65 negara membuat peraturan pembatasan rokok elektronik diantaranya Brunei Darussalam dan Philipina (totallywicked-eliqued.co.uk., 2021). Tersisa tiga negara di Asia Tenggara salah satunya Indonesia yang hingga saat ini belum memiliki regulasi terkait rokok elektronik.
Rama Tantra, Sekretaris Jenderal IYCTC menambahkan bahwa, Indonesia kembali lagi tertinggal dalam upaya pencegahan korban zat adiktif. Belum lagi masalah rokok konvensional tertangani, sekarang menjamur pesat rokok elektronik. Sebetulnya di 2015, Mendag Gobel sudah akan melarang peredaran rokok elektronik, tetapi tiba-tiba di 2016 rokok elektronik dikenakan cukai, yang berarti sudah dilegalkan dan tidak dapat dilarang penjualannya.
“Ini suatu kemunduran yang fatal. Saat ini sangat bebas diperjual-belikan, dipromosikan dan dikonsumsi oleh kaum muda, tidak ada peraturan untuk mengendalikan. Sungguh keadaan yang memprihatinkan”, ucap Rama Tantra.
Oleh karena itu, harus ada regulasi yang tegas untuk mengatur rokok elektronik mulai dari peredaran, penjualan, dan larangan promosi sangat penting sebagai upaya mencegah peningkatan korban konsumsi ganda produk zat adiktif tembakau di Indonesia. (irawan/tjoek; foto vapeind)